RadarRakyat.Info-Ahok kembali berulah di sidang pengadilan kasus penistaan Agama. Di dalam sidang, Ahok dan tim kuasa hukumnya melakukan tindakan tidak berperikemanusiaan dengan menuduh KH Marif Amin melakukan kebohongan.
Perilaku
penghinaan kepada KH Maruf Amin oleh Ahok itu jelas menuai banyak kecaman.
Termasuk dari dalam tubuh MUI sebagai tempat KH Maruf Amin menjabat sebagai
Ketua Umum.
Permintaan
maaf dari Ahok pun akhirnya keluar meski harus dilewati dengan keengganan dan
pembantahan dari dalam diri Ahok. Pada permintaan maafnya itu Ahok menyangkal
akan mempolisikan Kh Maruf Amin. Padahal dalam sidang jelas-jelas Ahok sudah
mengancam.
Permintaan
maaf ini pun dianggap tidak tulus dan hanya bentuk penghindaran belaka.
Bantahan atas permintaan maaf itu pun dikeluarkan oleh Ahli Hukum Dewan
Pimpinan MUI, berikut isi lengkapnya
——————————————
SURAT
TERBUKA
“TANGGAPAN
DAN BANTAHAN ATAS PERMINTAAN MAAF AHOK”
H. Abdul
Chair Ramadhan, SH. MH.
Ahli Hukum
Dewan Pimpinan MUI
I Prolog
Basuki
Tjahaja Purnama (Ahok) menyampaikan permintaan maaf kepada Ketua Umum MUI K.H.
Ma’ruf Amin dan Nahdlatul Ulama (NU), melalui video. Ahok menyampaikan ada
kesalahpahaman dalam pernyataannya dalam persidangan kemarin kepada KH.
Ma’ruf Amin. Dari video yang dikirimkan oleh Timses
Ahok-Djarot kepada detikcom, Rabu (1/2/2017), Ahok mengatakan tidak ada maksud
melaporkan K.H. Ma’ruf Amin ke Polisi.
Semua
substansi permintaan maaf tersebut adalah justru memperkuat penghinaan yang bersangkutan kepada umat
Islam pada umumnya, dan diri pribadi K.H. Ma’ruf Amin pada khususnya.
Perhatikan ucapannya yang mengatakan “
“Saya kira
itu penjelasan saya, semoga kesalahpahaman ini bisa dihentikan dan terutama
jangan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu yang ingin mengadu domba saya dan
pihak NU apalagi dihubungkan dengan Pilkada.”
“Dan tentu
kami tidak ingin bangsa kita yang sudah begitu berjuang digaduhkan lagi oleh
kerja oknum-oknum yang mengadu domba. Saya selama ini banyak dibela oleh NU,
para nahdliyin termasuk Banser, Anshor, teman-teman semua. Bagaimana mungkin
saya bisa berseberangan dengan NU yang jelas-jelas menjaga kebhinekaan dan
nasionalis seperti ini.“
Penjelasan
dan permintaan maaf Ahok tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, dalam
rekaman sidang sangat jelas Ahok dan Penasehat Hukum telah melakukan kebohongan
publik dan bahkan menyerang kehormatan K.H. Ma’ruf Amin dan termasuk Majelis
Ulama Indonesia. Berikut subtansi rekaman tersebut.
Ahok telah
menyatakan kebohongan publik dengan mengatakan K.H. Ma’ruf Amin telah menunjuk
Habib Rizieq Shihab sebagai Ahliuntuk kepentingan pemberian keterangan di
sidang pengadilan. Fakta sebenarnya adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI) hanya
merekomendasikan nama-nama para Ahli sesuai dengan keilmuannya masing-masing,
berdasarkan permintaan dari pihak Bareskrim Mabes Polri, jadi bukan penunjukkan
sebagaimana dikatakan oleh Ahok.
Ahok mengatakan
akan melakukan proses hukum terhadap K.H. Ma’ruf Amin dengantuduhan keji “telah
berbohong”. Dia juga mengatakan bahwa dirinya telah dipermainkan terkait dengan
hak-haknya, ditegaskan pula dirinya telah didzalimi, disebutkan “….dan percayalah, kalau anda
mendzalimi saya, anda lawan adalah Tuhan Yang Maha Kuasa …. dan saya akan akan
buktikan satu persatu, dipermalukan nanti.”
Salah satu
PH Ahok, Humphrey Djemattelah menyudutkan dan mempersiarkan di depan pengadilan
bahwa K.H. Ma’ruf Amin telah dihubungi oleh mantan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono tentang permintaannya untuk segera mengeluarkan Fatwa tentang
penodaan agama yang dilakukan oleh Ahok dan yang bersangkutandengan tegas
menyatakan bahwa : “K.H. Ma’ruf Amin telah memberikan keterangan palsu dan
meminta untuk dilakukannya proses hukum.”
II Tanggapan
dan Bantahan
Pertama
Kata-kata :
“….jangan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu yang ingin mengadu domba saya
dan pihak NU apalagi dihubungkan dengan Pilkada.…. digaduhkan lagi oleh kerja
oknum-oknum yang mengadu domba.”
Mengindikasikan
Ahok telah dengan sengaja menuduh Umat Islam di luar NU sebagai pihak yang
ingin mengadu domba antara dirinya dan pihak NU. Di luar NU dianggap olehnya
sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam mengadu domba, dan secara sadar
kepastian dimaksudkan adalah pihak pelapor, lawan politik atau pesaingnya dalam
Pilkada dan Umat Islam di luar NU. Padahal, mayoritas pihak pelapor, lawan
politik atau pesaingnya tidak dapat diidentikkan dengan NU. Masalah penodaan
agama bukanlah masalah institusi kelembagaan NU dan Non-NU maupun MUI, tetapi
masalah umat Islam yang menuntut ditegakkannya hukum secara adil kepada pelaku
penodaan agama. Bukan hanya kepada Ahok, tetapi kepada siapa saja yang
melakukannya. Dugaan penodaan agama yang dilakukan oleh Ahok tidak terkait
dengan penyelenggaraan Pilkada, tidak ada hubungannya sama sekali. Justru Ahok
yang selalu mengaitkannya.
Kegaduhan
bermula justru dari diri Ahok sendiri, semua kegaduhan yang terjadi disebabkan
dari perkataan dan tindakannya yang sangat anti dengan Islam, bukan dari pihak
lain.
Kedua
Kata-kata :
“…. saya selama ini banyak dibela oleh NU, para Nahdliyin termasuk Banser,
Anshor…..Bagaimana mungkin saya bisa berseberangan dengan NU yang jelas-jelas
menjaga kebhinekaan dan nasionalis seperti ini.”
Ahok telah
melakukan politik devite et impera, dengan secara tegas dia melakukan klaim
sepihak bahwa dia selama ini telah di bela oleh NU, para Nahdliyin termasuk
Banser, Anshor. Dengan demikian, secara sadar kepastian dia mengatakan bahwa
semua pihak yang berseberangan dengan dirinya, termasuk yang melaporkannya,
yang menggerakkan massa dalam Aksi Bela Islam, termasuk MUI yang mengeluarkan
Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI terkait dengan Fatwa penghinaan terhadap Alim
Ulama dan/atau Umat Islam dan Fatwa penghinaan terhadap Al-Qur’an adalah
berseberangan dengan NU dengan segenap ormas dibawah naungannya. Ormas-Ormas
Islam diluar NU dianggap tidak memiliki integritas dalam menjaga kebhinekaan
dan tidak memiliki rasa nasionalisme. Hal ini mengindikasikan semakin jelasnya
nuansa adu domba, dengan melakukan polarisasi antara NU dan bukan NU. Ahok telah melakukan klasterisasi antara “NU
dengan bukan NU”. NU diklaim sebagai
pembelanya, baik dalam posisinya sebagai Gubernur DKI Jakarta dengan berbagai
kebijakannya yang merugikan umat Islam maupun sebagai pembelanya dalam
posisinya sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta, dan lebih menjurus lagi NU
diklaim menjadi pembelanya dalam kasus dugaan penodaan terhadap Al-Qur’an dan
penghinaan terhadap Alim Ulama dan/atau Umat Islam.
Ketiga
Terkait
dengan pernyataan Ahok dengan tuduhan keji bahwa KH. Ma’ruf Amin telah
berbohong, bahkan disebutkan “….dan percayalah, kalau anda mendzalimi saya,
anda lawan adalah Tuhan Yang Maha Kuasa …. dan saya akan akan buktikan satu
persatu, dipermalukan nanti,” merupakan perbuatan fitnah dan penghinaan.
Perkataan
“anda mendzalimi” menunjuk kepada “subjek tunggal”, lain halnya jika disebut
“kalian”. Dengan demikian, yang dituju adalah diri pribadi K.H. Ma’ruf Amin.
Sangat keji perkataan “anda (baca: KH. Ma’ruf Amin) lawan adalah Tuhan Yang Maha
Kuasa” dan “dipermalukan nanti”, bermakna K.H. Ma’ruf Amin telah melawan Allah
SWT, dan Ahok akan mempermalukannya. Jadi adalah bohong pernyataan permohonan
maaf yang disampaikan, tidak bermaksud melaporkan KH. Ma’ruf Amin, hanya
ditujukan kepada para Saksi Pelapor saja.
Pernyataan
Humphrey Djemat bahwa K.H. Ma’ruf Amin telah dihubungi oleh mantan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono tentang permintaannya untuk segera mengeluarkan Fatwa
dan pernyataanya bahwa K.H. Ma’ruf Amin telah memberikan keterangan palsu dan
meminta untuk dilakukannya proses hukum, telah menimbulkan dampak negatif di
masyarakat, dan dapat menimbulkan gangguan terhadap Ketertiban Umum. Pernyataan
Humphrey Djemat juga termasuk kategori perbuatan fitnah dan bahkan penghinaan
atau permusuhan kepada Alim Ulama dan/atau umat Islam. Pernyataan Humphrey
Djemat secara sadar kepastian telah menuduh MUI secara institusi melakukan
konspirasi dengan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam proses
terbitnya Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI.
Dengan
demikian, antara pernyataan Ahok dan Humphrey Djemat adalah sama yakni terhadap
KH. Ma’ruf Amin akan dikriminalisasikan. Terlepas jadi atau tidaknya proses
hukum terhadap KH. Ma’ruf Amin, pernyataan itu menimbulkan kegaduhan baru di
masyarakat dan mengancam Ketertiban Umum.
III.
Rekomendasi
Majelis
Ulama Indonesia sebagai pihak yang berkepentingan memiliki hak untuk melakukan
serangkaian upaya hukumterhadap Penasehat Hukum Ahok dan termasuk Ahok yang
telah menciptakan situasi tidak kondusif di masyarakat. Kepada mereka harus
dilaporkan kepada pihak yang berwajib sesuai dengan ketentuan hukum pidana.
Majelis
Ulama Indonesia harus segera menyampaikan keberatan kepada Jaksa Penuntut Umum
dan Majelis Hakimuntuk selalu memperingatkan kepada para Penasehat Hukum Ahok
agar penyampaian pertanyaan harus dilakukan dengan sopan dan tidak mengarah
kepada hal-hal yang bersifat pribadi, tanpa intimidasi psikologis dan
pertanyaan harus sesuai dengan konteks pemeriksaan. Penasehat Hukum Ahok
memposisikan dirinya telah ‘mengadili’ dan bukan menggali atau mencari
kebenaran materiil untuk kepentingan pembelaan (pledoi) pada sidang berikutnya.
Selain itu, harus ada ketegasan tentang durasi waktu dalam pemberian
keterangan. Sangat tidak lazim pada contoh K.H. Ma’ruf Amin pemeriksaan
terhadapnya selama lebih-kurang 7 (tujuh) jam.
Majelis
Ulama Indonesia bersama dengan Ormas-Ormas Islam dan para Pelapor harusmeminta
kepada Majelis Hakim untuk melakukan penahanan terhadap Ahok, karena yang
bersangkutan telah mengulangi perbuatannya. Dikhawatirkan Ahok akan terus
membuat kegaduhan baru, mengganggu dan mengancam Ketertiban Umum, menjelang
Pilkada dan setelahnya.
Kepolisian
Negara Republik Indonesia harus segera mengusut adanya dugaan tindak pidana
penyadapan pembicaraan antara K.H. Ma’ruf Amin dengan mantan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono.
Himbauan Kepada Penasehat Hukum Ahok
Saya sudah
sampaikan teguran dan peringatan keras kepada Sdr. Sirra Prayunamelalui
hubungan telephone, Rabu 1 Februari 2017, Jam 10.49 WIB bahwa saya tidak terima
dan mengecam atas kelakuan Ahok dan Sdr. Humphrey Djemat. Sirra Prayuna – selaku Ketua Penasehat
Hukum Ahok – harus pula bertanggungjawab secara moral atas kelakuan Ahok dan
anggota Penasehat Hukum. Jangan sampai kejadian serupa seperti intimidasi psikologis,
pelecehan terhadap para Saksi, terulang kembali pada saat pemeriksaan para
Ahli.
Kepada para
Penasehat Hukum Ahok, hendaknya anda semua bertaubat, karena jika anda masih
membela Ahok sebagai terdakwa penodaan agama, maka menurut syariat Islam anda
memiliki kualifikasi yang sama dengan Ahok.Takutlah kalian akan sulitnya
menghadapi sakratul maut, siksa adzab kubur dan menghadapi sidang pengadilan
Akhirat atas segala apa yang kalian lakukan saat ini. Biarlah para Penasehat
Hukum yang non muslim yang melakukan pembelaan terhadap Ahok.
Jakarta, 1
Februari 2017.
H. Abdul
Chair Ramadhan, SH, MH. (gr)

0 Response to "Surat Terbuka dari Ahli Dewan Hukum Pimpinan MUI: Tanggapan dan Bantahan atas Permintaan Maaf Ahok"
Posting Komentar