Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi
RadarRakyat.Info-Melihat perkembangan situasi global saat ini, kekuatan ISIS, khususnya dengan jaringan teroris Asean justru tampak sedang menggeliat bangkit.
Mata ISIS saat ini tidak lagi berada di kawasan Timur Tengah sana, melainkan mereka mulai menoleh ke daerah-daerah potensial di Asia Tenggara. Beberapa negara yang berbatasan dengan Filipina ini pun khawatir dengan keberadaan ISIS di Filipina.
ISIS telah mendeklarasikan keinginan untuk mendirikan negara khilafah regional dan situasi yang berkembang sekarang di bagian selatan Filipina merupakan kekhawatiran yang besar.
Beberapa hari yang lalu, Jaksa Agung Australia George Brandis mengatakan, semakin hilangnya wilayah ISIS di Timur Tengah dan adanya ancaman seiring kepulangan militan asing ke kawasan, termasuk Indonesia.
“Militan telah kembali dari zona konflik dan akan memiliki kemampuan dan kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan kekerasan dan menimbulkan ancaman serius di kawasan kita,” ujar Brandis.
Menurut Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi, apa yang terjadi di Marawi merupakan sebuah peringatan.
“Marawi merupakan wake up call (peringatan), bahwa sudah mulai terjadinya regionalisasi dari pengaruh ISIS di kawasan,” ujar Retno dalam press briefing di sela-sela rangkaian kegiatan ASEAN Foreign Ministers’ Meeting di Manila, Jumat (4/8/17).
Sejak 23 Mei 2017 lalu, pertempuran di Marawi Filipina hingga kini belum usai. Menurut data Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) per 3 Agustus, jumlah korban sipil yang tewas di tangan teroris sebanyak 45 jiwa.
Sejumlah bangunan pun rusak akibat serangan para militan Maute yang terkait dengan ISIS tersebut. Ratusan ribu warga di kota tersebut pun melarikan diri dan mencari tempat-tempat yang aman.
Serangan kelompok teroris yang menyebabkan krisis di Kota Marawi, Filipina Selatan, pun menjadi masalah bersama hingga tiga negara yaitu Indonesia, Filipina dan Malaysia melakukan pertemuan trilateral sebagai bentuk solidaritas terhadap masalah yang dihadapi di Filipina pada Juni lalu.
Ketiga negara tersebut menegaskan kembali komitmen bersama mereka untuk menangani terorisme dan kejahatan lintas negara lainnya yang dapat mengancam stabilitas di kawasan.
Dengan adanya hal tersebut, Retno mengatakan bahwa yang saat ini perlu ditekankan adalah soal perang melawan terorisme atau biasa disebut dengan counter-terrorism.
“Karena kita sudah ada konvensinya, lalu kita melakukan kerja sama dengan Mitra Wicara mengenai masalah tersebut,” kata Retno.
Indonesia melalui Menlu Retno menekankan ancaman nyata dari terorisme terhadap negara-negara ASEAN yang bukan lagi di depan mata tetapi sudah masuk di ASEAN. Langkah-langkah yang telah diambil oleh Indonesia dalam upaya memerangi terorisme dan radikalisme di kawasan, seperti memperkuat perbatasan dan melakukan deradikalisasi.
Hal inipun juga didukung oleh masyarakat Indonesia yang tidak senang dengan keberadaan ISIS yang mulai mengancancam NKRI.
Mengamati Jaringan ISIS di Asia Tenggara
Seiring dengan melemahnya ISIS di Irak dan Suriah, justru ISIS menunjukkan kekuatannya di Asia Tenggara. Seiring dengan perintah juru bicara ISIS, Abu Muhamad al Muhajeer, yang menggantikan al Adnani yang tewas pada Agustus 2016, kepada pengikut setia Al Baghdadi di berbagai negara, yakni untuk beramaliyah bisa dilaksanakan di negaranya masing-masing tanpa perlu berangkat ke Suriah atau Irak.
Perintah ini membuat sel-sel teroris yang tidur kembali bangkit. Pengikut tokoh-tokoh penting teroris Malaysia yang telah meninggal tahun 2015 seperti, Machmoed Achmad seorang dosen kajian Islam di Universitas Malaka, Much Jaraimee Awang alias Abu Nur, Mohamad Najib bin Husin, dan Abu Anas al Muhajir, kembali merapatkan barisan menyusun kekuatan.
Akibatnya tidak tanggung-tanggung, pada bulan juni 2016 beredar luas di youtube seorang warga negara Malaysia bernama Mohamad Pati Udin dan seorang Warga negara Indonesia Mohamad Karim Yusuf Faiz bersumpah setia (bai’at) kepada Isnilon Tatoni Hapillon, pemimpin Abu sayaf Group. Hal mana tentu akan sangat menguntungkan Abu Sayyaf mengingat Malaysia sudah bertahun-tahun menjadi sumber pendanaan dan personal Abu Sayyaf.
Presiden Filipina Duterte dua bulan yang lalu memerintahkan militer untuk menggempur markas Abu Sayyaf yang sudah berafiliasi dengan ISIS. Banyak analisis mengatakan bahwa pimpinan ISIS Isnillon Tatoni Hapilon telah tewas.
Namun alih-alih melemah, teroris ISIS Filipina justru nampak semakin kuat. Awal maret 2017, Batalyon infantri ke 41 Filipina gagal menyerbu markas-markas kecil Abu Sayyaf di Talipoa, Sulu, Filipina. 32 prajurit terluka parah hanya untuk menghadapi 80 militan ISIS kelompok Abu Sayyaf. (Bdk)
Mata ISIS saat ini tidak lagi berada di kawasan Timur Tengah sana, melainkan mereka mulai menoleh ke daerah-daerah potensial di Asia Tenggara. Beberapa negara yang berbatasan dengan Filipina ini pun khawatir dengan keberadaan ISIS di Filipina.
ISIS telah mendeklarasikan keinginan untuk mendirikan negara khilafah regional dan situasi yang berkembang sekarang di bagian selatan Filipina merupakan kekhawatiran yang besar.
Beberapa hari yang lalu, Jaksa Agung Australia George Brandis mengatakan, semakin hilangnya wilayah ISIS di Timur Tengah dan adanya ancaman seiring kepulangan militan asing ke kawasan, termasuk Indonesia.
“Militan telah kembali dari zona konflik dan akan memiliki kemampuan dan kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan kekerasan dan menimbulkan ancaman serius di kawasan kita,” ujar Brandis.
Menurut Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi, apa yang terjadi di Marawi merupakan sebuah peringatan.
“Marawi merupakan wake up call (peringatan), bahwa sudah mulai terjadinya regionalisasi dari pengaruh ISIS di kawasan,” ujar Retno dalam press briefing di sela-sela rangkaian kegiatan ASEAN Foreign Ministers’ Meeting di Manila, Jumat (4/8/17).
Sejak 23 Mei 2017 lalu, pertempuran di Marawi Filipina hingga kini belum usai. Menurut data Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) per 3 Agustus, jumlah korban sipil yang tewas di tangan teroris sebanyak 45 jiwa.
Sejumlah bangunan pun rusak akibat serangan para militan Maute yang terkait dengan ISIS tersebut. Ratusan ribu warga di kota tersebut pun melarikan diri dan mencari tempat-tempat yang aman.
Serangan kelompok teroris yang menyebabkan krisis di Kota Marawi, Filipina Selatan, pun menjadi masalah bersama hingga tiga negara yaitu Indonesia, Filipina dan Malaysia melakukan pertemuan trilateral sebagai bentuk solidaritas terhadap masalah yang dihadapi di Filipina pada Juni lalu.
Ketiga negara tersebut menegaskan kembali komitmen bersama mereka untuk menangani terorisme dan kejahatan lintas negara lainnya yang dapat mengancam stabilitas di kawasan.
Dengan adanya hal tersebut, Retno mengatakan bahwa yang saat ini perlu ditekankan adalah soal perang melawan terorisme atau biasa disebut dengan counter-terrorism.
“Karena kita sudah ada konvensinya, lalu kita melakukan kerja sama dengan Mitra Wicara mengenai masalah tersebut,” kata Retno.
Indonesia melalui Menlu Retno menekankan ancaman nyata dari terorisme terhadap negara-negara ASEAN yang bukan lagi di depan mata tetapi sudah masuk di ASEAN. Langkah-langkah yang telah diambil oleh Indonesia dalam upaya memerangi terorisme dan radikalisme di kawasan, seperti memperkuat perbatasan dan melakukan deradikalisasi.
Hal inipun juga didukung oleh masyarakat Indonesia yang tidak senang dengan keberadaan ISIS yang mulai mengancancam NKRI.
Mengamati Jaringan ISIS di Asia Tenggara
Seiring dengan melemahnya ISIS di Irak dan Suriah, justru ISIS menunjukkan kekuatannya di Asia Tenggara. Seiring dengan perintah juru bicara ISIS, Abu Muhamad al Muhajeer, yang menggantikan al Adnani yang tewas pada Agustus 2016, kepada pengikut setia Al Baghdadi di berbagai negara, yakni untuk beramaliyah bisa dilaksanakan di negaranya masing-masing tanpa perlu berangkat ke Suriah atau Irak.
Perintah ini membuat sel-sel teroris yang tidur kembali bangkit. Pengikut tokoh-tokoh penting teroris Malaysia yang telah meninggal tahun 2015 seperti, Machmoed Achmad seorang dosen kajian Islam di Universitas Malaka, Much Jaraimee Awang alias Abu Nur, Mohamad Najib bin Husin, dan Abu Anas al Muhajir, kembali merapatkan barisan menyusun kekuatan.
Akibatnya tidak tanggung-tanggung, pada bulan juni 2016 beredar luas di youtube seorang warga negara Malaysia bernama Mohamad Pati Udin dan seorang Warga negara Indonesia Mohamad Karim Yusuf Faiz bersumpah setia (bai’at) kepada Isnilon Tatoni Hapillon, pemimpin Abu sayaf Group. Hal mana tentu akan sangat menguntungkan Abu Sayyaf mengingat Malaysia sudah bertahun-tahun menjadi sumber pendanaan dan personal Abu Sayyaf.
Presiden Filipina Duterte dua bulan yang lalu memerintahkan militer untuk menggempur markas Abu Sayyaf yang sudah berafiliasi dengan ISIS. Banyak analisis mengatakan bahwa pimpinan ISIS Isnillon Tatoni Hapilon telah tewas.
Namun alih-alih melemah, teroris ISIS Filipina justru nampak semakin kuat. Awal maret 2017, Batalyon infantri ke 41 Filipina gagal menyerbu markas-markas kecil Abu Sayyaf di Talipoa, Sulu, Filipina. 32 prajurit terluka parah hanya untuk menghadapi 80 militan ISIS kelompok Abu Sayyaf. (Bdk)
0 Response to "Konflik Marawi Sebuah Peringatan ISIS Hadir di Asean"
Posting Komentar