Jet tempur F-15 buatan Amerika Serikat (AP)
RadarRakyat.Info-Amerika Serikat menyetujui penjualan pesawat tempur jenis F-15 senilai US$ 12 miliar ke Qatar. Kesepakatan ini terjadi di tengah krisis diplomatik antara Doha dengan Arab Saudi Cs.
"Menteri Pertahanan Jim Mattis hari ini bertemu dengan Menteri Pertahanan Qatar Khalid al-Attiyah untuk membahas finalisasi jual beli pesawat tempur F-15 buatan AS oleh Qatar," demikian disampaikan Juru bicara Pentagon Letnan Kolonel Roger Cabiness kepada CNN seperti Liputan6.com kutip pada Kamis, (15/6/2017).
"Penjualan senilai US$ 12 miliar ini akan memberikan Qatar kemampuan canggih dan meningkatkan kerja sama pertahanan serta interoperabilitas antar kedua negara."
"Kedua menhan juga membahas kepentingan keamanan bersama, termasuk operasi melawan ISIS, dan pentingnya deeskalasi ketegangan di kawasan Teluk sehingga semua pihak dapat fokus dalam mencapai tujuan bersama," imbuh Letkol Cabiness.
Penjualan pesawat tempur ini dinilai menunjukkan sinyal kuat dukungan AS atas Qatar di tengah isolasi dan blokade oleh Saudi Cs.
Pengumuman terkait jual beli senjata AS-Qatar ini muncul satu pekan setelah sejumlah pejabat di Washington menunjukkan berbeda pandangan dalam menyikapi Krisis Teluk.
Setelah Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan Mesir mengumumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Qatar menyusul tudingan negara itu menyokong terorisme dan ekstremisme, Presiden Donald Trump menyatakan dukungannya atas langkah tersebut. Trump sampaikan, Doha harus berbuat lebih banyak untuk memerangi pendanaan terorisme.
"Waktu telah tiba untuk mendesak Qatar mengakhiri pendanaannya," ungkap presiden ke-45 AS tersebut.
Entah Trump sadari atau tidak, Qatar merupakan "rumah terbesar" bagi pangkalan militer Pentagon di Timur Tengah. Tak hanya itu, negara kecil namun superkaya tersebut juga menjadi front terdepan dalam perang melawan ISIS.
Berseberangan dengan Trump, Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson sendiri berpendapat bahwa tensi ketegangan harus dikurangi. Ketika tampil di hadapan Komite Urusan Luar Negeri Kongres, Tillerson membantah berbeda sikap dengan Trump soal Krisis Teluk.
Adapun Mattis menyebut bahwa situasi diplomatik yang merundung Qatar dan Saudi Cs "sangat kompleks". Namun ia akui, Qatar adalah "rumah besar" bagi militer AS dan keduanya punya kedekatan dalam hubungan militer.
"Kita jelas memiliki kepentingan dengan Qatar...Saya harus akui bahwa belum diatur dengan baik tapi itu adalah sesuatu yang harus kami kerjakan," tutur menhan AS tersebut.
Pada Rabu 14 Juni, Kementerian Pertahanan Qatar pun merilis pernyataan terkait kesepakatan jual beli F-15.
"Kesepakatan ini menggarisbawahi komitmen lama Qatar atas kerja sama dengan teman dan sekutu kami di AS," jelas Menhan al-Attiyah.
Al-Attiyah juga memuji hubungan AS-Qatar dengan mengatakan bahwa kedua negara telah "memperkokoh kerja sama militer selama bertahun-tahun dalam sebagai upaya memerangi terorisme". Kesepakatan tersebut disebutnya sebagai "satu langkah lagi dalam memajukan hubungan pertahanan strategis dan kooperatif dengan Negeri Paman Sam".(liput6)
"Menteri Pertahanan Jim Mattis hari ini bertemu dengan Menteri Pertahanan Qatar Khalid al-Attiyah untuk membahas finalisasi jual beli pesawat tempur F-15 buatan AS oleh Qatar," demikian disampaikan Juru bicara Pentagon Letnan Kolonel Roger Cabiness kepada CNN seperti Liputan6.com kutip pada Kamis, (15/6/2017).
"Penjualan senilai US$ 12 miliar ini akan memberikan Qatar kemampuan canggih dan meningkatkan kerja sama pertahanan serta interoperabilitas antar kedua negara."
"Kedua menhan juga membahas kepentingan keamanan bersama, termasuk operasi melawan ISIS, dan pentingnya deeskalasi ketegangan di kawasan Teluk sehingga semua pihak dapat fokus dalam mencapai tujuan bersama," imbuh Letkol Cabiness.
Penjualan pesawat tempur ini dinilai menunjukkan sinyal kuat dukungan AS atas Qatar di tengah isolasi dan blokade oleh Saudi Cs.
Pengumuman terkait jual beli senjata AS-Qatar ini muncul satu pekan setelah sejumlah pejabat di Washington menunjukkan berbeda pandangan dalam menyikapi Krisis Teluk.
Setelah Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan Mesir mengumumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Qatar menyusul tudingan negara itu menyokong terorisme dan ekstremisme, Presiden Donald Trump menyatakan dukungannya atas langkah tersebut. Trump sampaikan, Doha harus berbuat lebih banyak untuk memerangi pendanaan terorisme.
"Waktu telah tiba untuk mendesak Qatar mengakhiri pendanaannya," ungkap presiden ke-45 AS tersebut.
Entah Trump sadari atau tidak, Qatar merupakan "rumah terbesar" bagi pangkalan militer Pentagon di Timur Tengah. Tak hanya itu, negara kecil namun superkaya tersebut juga menjadi front terdepan dalam perang melawan ISIS.
Berseberangan dengan Trump, Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson sendiri berpendapat bahwa tensi ketegangan harus dikurangi. Ketika tampil di hadapan Komite Urusan Luar Negeri Kongres, Tillerson membantah berbeda sikap dengan Trump soal Krisis Teluk.
Adapun Mattis menyebut bahwa situasi diplomatik yang merundung Qatar dan Saudi Cs "sangat kompleks". Namun ia akui, Qatar adalah "rumah besar" bagi militer AS dan keduanya punya kedekatan dalam hubungan militer.
"Kita jelas memiliki kepentingan dengan Qatar...Saya harus akui bahwa belum diatur dengan baik tapi itu adalah sesuatu yang harus kami kerjakan," tutur menhan AS tersebut.
Pada Rabu 14 Juni, Kementerian Pertahanan Qatar pun merilis pernyataan terkait kesepakatan jual beli F-15.
"Kesepakatan ini menggarisbawahi komitmen lama Qatar atas kerja sama dengan teman dan sekutu kami di AS," jelas Menhan al-Attiyah.
Al-Attiyah juga memuji hubungan AS-Qatar dengan mengatakan bahwa kedua negara telah "memperkokoh kerja sama militer selama bertahun-tahun dalam sebagai upaya memerangi terorisme". Kesepakatan tersebut disebutnya sebagai "satu langkah lagi dalam memajukan hubungan pertahanan strategis dan kooperatif dengan Negeri Paman Sam".(liput6)
0 Response to "Di Tengah Krisis Teluk, Qatar Beli Jet Tempur AS Senilai US$ 12 M"
Posting Komentar