RadarRakyat.Info-Saat Belanda menduduki Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono IX melepas jabatannya sebagai Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Dia lalu mengirimkan surat pada Letnan Jenderal Soedirman untuk meminta izin diadakannya serangan.
Setuju
dengan saran Sri Sultan HB IX, Soedirman langsung berkoordinasi dengan
Soeharto. Selama beberapa bulan, Soeharto sudah melakukan perlawanan terhadap
Belanda.
"Tapi
kita menyerang untuk tujuan politis, agar dunia mengetahui bahwa TNI masih
mampu mengadakan perlawanan," katanya.
Hingga
akhirnya pada 1 Maret 1949, tepat jam enam pagi, serangan dilancarkan ke
seluruh penjuru Yogyakarta yang ditandai dengan bunyi sirine.
Dalam buku
Pak Harto Untold Stories karya Mahpudi Cs, Soerjono menyebut bahwa serangan
umum 1 Maret sudah dipersiapkan sangat matang.
Sejak sore,
para prajurit TNI telah memasuki Kota Yogyakarta dengan menyusup. Pos komando
ditempatkan di Desa Muto. Malam hari, menjelang serangan umum itu, pasukan
merayap mendekati kota.
"Sebelum
serangan dilakukan, Pak Harto sering mengirim telik sandi (mata-mata) ke Kota
Yogyakarta dan Keraton. Para komandan pun sering dipanggil untuk mematangkan
strategi perang gerilya," ujar Soejono.
Soerjono
juga mengaku jauh sebelum peristiwa Serangan Umum 1 Maret, dia sudah lama ikut
Soeharto bergerilya di hutan-hutan. Soeharto pun selalu tampil di depan saat
bertempur melawan Belanda.
"Pada
saat itu, Pak Harto seolah-olah memiliki kekuatan mental yang luar biasa. Boleh
percaya atau tidak, tetapi Pak Harto seperti tidak mempan ditembak. Pak Harto
selalu di barisan depan jika menyerang atau diserang Belanda. Saya sering
diminta menempatkan posisi diri di belakang beliau," ujar Soerjono di halaman
99 buku tersebut. (o)
0 Response to "Cerita Serangan 1 Maret 1949 dan Kekebalan Soeharto pada Peluru"
Posting Komentar