RadarRakyat.Info-Rencana pemerintah merumuskan sertifikasi bagi penceramah agama menuai banyak kritikan. Pasalnya, ide sertifikasi tersebut sebagai filtering atau penyaring terhadap pemikiran atau konsep-konsep fundamental yang dilakukan ulama. Sehingga sertifikasi tersebut harus ditolak atau digagalkan.
"Benang
merahnya cukup jelas, langkah sertifikasi ulama tersebut sebagai filtering
terhadap pemikiran atau konsep-konsep yang dianggap radikal atau
fundamentalis," kata pengamat intelijen The Community Of Ideological
Islamic Analyst ( CIIA), Harits Abu Ulya dalam pesannya kepada Harian Terbit,
Rabu (8/2/2017).
Menurut
Harits, jika benar sertifikasi ulama dikaitkan dengan isu terorisme, paradigma
yang dianut status quo menempatkan paham radikal yang tumbuh berkembang sebagai
akar terorisme maka rezim Jokowi menghendaki Islam di Indonesia dalam model
kemasan "Islam rahmatan lil 'alamin".
"Ini
bahasa halus (efuisme) dari cara berislam yang moderat, liberal dan
mengakomodir pluralisme," tegasnya.
Harits
menilai, pemerintah perlu berpikir lebih bijak soal sertifikasi yang akan
disematkan kepada ulama, dai atau ustadz. Karena masyarakat yang kritis tentu
paham bahwa sertifikasi tersebut bukan ide yang lahir dari ruang kosong. Tapi
muncul karena sebuah sebab dan kepentingan rezim dalam merespon dinamika
kekinian dari geliat umat Islam.
"Ide
sertifikasi mengandung problem diparadigma dan motif kepentingan di baliknya.
Jika dipaksakan maka sangat potensial melahirkan resistensi dari umat Islam
khususnya dari para ulama," papar Harits.
Harist
menilai, sertifikasi terhadap ulama akan melahirkan sangkaan sebagai upaya
pemasungan dakwah oleh rezim yang berkuasa. Karena sertifikasi terhadap ulama
merupakan sebagai upaya menyeragamkan muatan dakwah versi rezim. Padahal
pemerintah akan kesulitan bisa bangun argumentasi yang kokoh untuk menjawab
sertifikasi terhadap ulama tersebut.
"Pijakan
normatifnya apa? Paradigma yang di adopsi seperti apa? Motifnya apa dengan
sertifikasi? Apa tolak ukur untuk menentukan seseorang itu layak atau tidak
sebagai da'i," tanya Harits.
Dia
mengemukakan, rasanya naif sekali dalam ruang demokrasi ada syahwat dari rezim
untuk membonsai geliat umat Islam melalui proyek sertifikasi ulama atau da'i.
Sebelumnya,
Menteri Agama (Menag) Lukmah Hakim Saifudin mengatakan, sertifikasi terhadap
ulama akan mencegah tindak penghasutan dan provokasi yang dapat memecah belah
umat dan NKRI. Alasannya seorang penceramah harus punya qualified yang memiliki
kualifikasi cukup. (tsc)

0 Response to "Sertifikasi Bentuk Pembungkaman Terhadap Ulama; Harus Ditolak!"
Posting Komentar