Wiranto Sebut bahwa ABRI atau TNI tidak lagi masuk ke dalam politik praktis |
RadarRakyat.Info- Menyoroti perkembangan dunia politik di Tahan Air, tentu saja tidak akan bisa lepas dari adanya keikutsertaan dan peran militer di dalamnya. Sejak awal kelahiran bangsa Indonesia melalui Proklamasi 17 Agustus 1945 hingga sekarang ini telah melihat secara jelas bagaimana militer turut bermain dalam kancah perpolitikan di Indonesia.
Bahkan militer pada salah satu era kehidupan bangsa ini telah begitu kuat berperan dan mewarnai jalannya kehidupan politik, berbangsa dan bernegara.
Sipil, Militer era reformasi tidaklah setegang hubungan sipil-militer orde lama pada masa pemerintahan terpimpin. Militer era reformasi cenderung reformis dan visioner. Hal tersebutlah yang menjadikan militer masih memiliki peran dalam kehidupan sosial, politik masyarakat.
Penghapusan dwi fungsi ABRI dan dilanjutkan dengan perubahan paradigm militer memaksa militer untuk tunduk pada kekuatan sipil, meskipun dalam praktik kenegaraan tidak selamanya dipatuhi.
Untuk lebih memperjelas bagaimana kiprah militer dalam kancah perpolitikan di negara kita, maka perlu untuk melihat perjalanan politik Indonesia dalam tiga era yaitu pertama adalah Era Orde Lama yang berjalan dalam kurun waktu tahun 1945 hingga tahun 1966 di mana pada kurun waktu inilah TNI membentuk dirinya sendiri, kemudian ABRI menempatkan dirinya didalam pergaulan sipil militer di Tanah Air.
Kedua yaitu pada Era Orde Baru yang berjalan antara kurun waktu tahun 1966 hingga tahun 1998, di mana pada masa kepemimpinan presiden soeharto selama 32 tahun inilah kita akan melihat betapa besarnya keikutsertaan dan peran militer dalam kancah perpolitikan di Indonesia.
Dan ketiga yaitu pada Era Reformasi dan pasca turunnya soeharto dari kursi kepresidenan yang bergerak dalam kurun waktu tahun 1998 hingga sekarang yang mana pada era ini kita akan melihat sebuah titik balik dari perjalanan militer dalam kancah perpolitikan di Indonesia, yaitu dengan adanya gerakan sipil yang sangat kuat yang menekan militer untuk keluar dari kancah perpolitikan di Indonesia dan kembali pada jati dirinya sebagai pengemban fungsi pertahanan negara.
Menanggapi adanya isu pengambilalihan supremasi sipil oleh militer, Menteri Kordinator Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia, Wiranto menegaskan bahwa hal itu tidak akan pernah terjadi.
Wiranto menjelaskan, dengan reformasi ABRI, maka hilanglah dwifungsinya. Sehingga tidak ada lagi yang berkecimpung di tataran politik.
“Mana ada supremasi militer mengambil alih supremasi sipil. Enggak mungkin. Negara kita, negara demokrasi, kok. Tahun 1998 saya sudah mereformasi TNI, waktu itu ABRI namanya. Dengan reformasi ABRI abad 21,” tegas Wiranto di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (29/9/17).
Sehingga secara berangsur-angsur, perwakilan politik ditarik. ABRI Tidak lagi memback up, memperkuat partai politik manapun. TNI, kata dia, netral dan berjarak dengan partai politik. Hal itu dideklarasikan atas keinginan masyarakat dengan menjunjung demokrasi.
Menurut Wiranto, reformasi TNI adalah keinginan masyarakat atas demokrasi. Jadi jika ada keinginan militer terjun dan masuk kembali ke panggung politik, itu tidaklah benar.
“Kalau ada sekarang pemikiran kembali ABRI akan melakukan satu langkah-langkah politik, mengusasai panggung politik, yang sebenarnya pemerintahan sipil, ya tidak benar. Tidak akan ada itu. Saya tak pernah mendengar itu. Jangan diada-adakan kalau tidak ada,” ungkapnya.
Oleh karena itu, masyarakat jangan mudah terprovokasi isu yang cenderung mengadu domba antar elemen bangsa karena hal tersebut dapat melemahkan ketahanan nasional. rk
0 Response to "Wiranto: Reformasi TNI adalah Keinginan Masyarakat Atas Demokrasi"
Posting Komentar