EE Mangindaan :Keragaman Pererat Serat Kebangsaan yang Rapuh |
RadarRakyat.Info- Nilai-nilai luhur Pancasila sebagai jiwa dan kepribadian bangsa telah hidup dan tumbuh di dalam masyarakat Indonesia sejak dari zaman Sriwijaya dan Majapahit. Setelah 350 tahun tertanam di dalam bumi dan berkarat akibat penjajahan asing, jiwa Pancasila kemudian lahir kembali sejak diproklamasikan kemerdekaannya tahun 1945.
Pancasila bukan semata sebuah kumpulan kata-kata yang menjadi konsensus nasional para pendiri bangsa, yang terbentuk dan lahir secara top down. Pancasila adalah pandangan hidup, perilaku dan budaya yang hidup di dalam masyarakat, yang dibentuk oleh dinamika sejarah dan pengaruh lingkungan.
Tantangan utama bangsa Indonesia saat ini bukanlah melawan penjajah atau pemberontak. Bukan pula melawan gejala kuat untuk mengubah dasar negara atau bentuk negara seperti yang pernah terjadi dalam sejarah kehidupan berbangsa di Indonesia.
Tantangan bangsa kita saat ini adalah menjaga kemajemukan dan rasa persatuan yang merupakan kekayaan dan kekuatan bangsa Indonesia.
Hal ini sebagaimana disampaikan Wakil Ketua MPR E.E. Mangindaan ketika membuka seminar nasional bertema “Merawat Kebhinnekaan dalam Meneguhkan Ke-Indonesiaan” di Balairung Kirana, Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Sabtu (7/10).
Menurut Mangindaan, bangsa Indonesia membutuhkan kebersamaan dan persatuan dalam menghadapi dinamika masyarakat. Untuk itu perlu kesadaran dan komitmen seluruh bangsa untuk menghormati kemajemukan bangsa Indonesia dalam upaya mempersatukan bangsa demi tegaknya NKRI.
Konstruksi ke-Indonesiaan pada dasarnya terbangun dari ruh dan elemen-elemen masyarakat yang heterogen baik secara suku, budaya, agama, bahasa, maupun alamnya. The founding father sangat menyadari bahwa kebijakan harus selalu didasarkan pada prinsip demokrasi yang berbasis kebhinnekaan.
“Keberagaman karakteristik suku, bahasa, daerah, dan budaya, tidak menjadi penghalang bagi pendiri bangsa untuk menjatuhkan pilihannya pada bentuk negara kesatuan,” jelas Mangindaan.
Berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia, melalui perjuangan dengan berbagai peristiwa dan catatan sejarah. Pengalaman masa lalu mengajarkan kepada kita bahwa kita perlu menjadikan keragaman dan segala perbedaan untuk mempererat serat-serat kebangsaan yang kerap rapuh terputus.
“Jas Merah, jangan sekali-sekali melupakan sejarah. Pesan itulah yang harus kita pahami dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Sejarah bangsa jangan sampai dilupakan,” ungkapnya.
Oleh karena itu, perlunya peran perawat kebhinnekaan untuk membangun kebersamaan dan menjadikan keberagaman sebagai mutiara kebangsaan. Sebab kita harus selalu menghayati bahwa perjalanan NKRI mempunyai ciri khas yaitu kebhinnekaan suku, budaya, dan agama. Hal tersebut merupakan kekuatan dalam menangkal segala bentuk upaya baik dari dalam maupun luar negeri yang ingin mengguncang pertahanan dan keamanan bangsa. rk
0 Response to "Keragaman Pererat Serat Kebangsaan yang Rapuh"
Posting Komentar