Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU), KH Maman Immanulhaq |
RadarRakyat.Info- Dunia maya seringkali menjadi media alternatif untuk mencari sebuah informasi. Namun, tidak sedikit media sosial digunakan sebagai alat propaganda dan menebar kebencian ditengah masyarakat yang berujung pada disintegrasi bangsa.
Maka tidak heran jika perkembangan teknologi justru dimanfaatkan sebagai sarana pihak-pihak yang ingin membuat bangsa ini bodoh oleh karena informasi yang tidak benar.
Melihat kondisi seperti ini jelas hanya akan membawa Indonesia kearah kemunduruan, sebab banyak fitnah-fitnah bertebaran yang justru menjadi persoalan sehingga berdampak pada pembangunan nasional.
Saling hujat, membenci yang tidak sepaham jadi sebuah tanda bahwa negara ini sengaja dibuat gaduh agar kita sebagai warga negara saling ribut hanya karena urusan yang sepele.
Peredaran konten-konten bernuasa radikalisme terbukti merusak sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa. Sudah banyak kasus ditemukan akibat penyimpangan informasi dan umumnya orang yang menerima dapat dikatakan pola pikirnya berubah dan cenderung tidak perduli pada lingkungan sekitarnya.
Pemerintah beserta pihak keamanan terus berupaya melakukan tindakan dalam meminimalisir penyebaran konten radikal, sara yang bertujuan memecah belah bangsa.
Ini harus disikapi dan tidak bisa dibiarkan. Bukan tugas pemerintah saja, maupun aparat keamanan. Namun, ini telah memaksa kita untuk memerangi kelompok-kelompok radikal agar tidak tumbuh subur di masyarakat.
Pentingnya nilai-nilai agama ditanamakan tak hanya di masyarakat luas, namun pemahaman tentang agama harus digencarkan dengan memanfaatkan teknologi.
Langkah inilah yang sudah diambil Nahdlatul Ulama (NU). Sebagai garda terdepan umat muslim, NU punya peran penting dan bertanggung jawa secara moral kepada umat Islam di Tanah Air.
Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU), KH Maman Immanulhaq, dalam kegiatan Halaqoh Dai Ciyber NU bertema “Melawan Radikalisme dan Intoleransi di Dunia Maya”, mengatakan bahwa permasalahan tersebut, bisa mengancam masa depan peradaban manusia secara keseluruhan.
Maman menegaskan, NU akan terus melawan radikalisme lewat dakwah-dakwah yang disebarkan melalui internet maupun sosial media. Untuk itu pada era digital seperti saat ini, mutlak bagi para pendakwah untuk menguasai alat dakwah yang salah satunya adalah media sosial.
Alhasil ruang publik dapat menciptakan nilai keadilan yang lebih demokratis. Masyarakat lebih berperan aktif. Sehingga peran ruang publik dalam media massa juga media virtual akan menetukan arah perubahan itu sendiri. Saat ini banyak jejaring sosial yang sudah menjadi acuan sebagai media dakwah.
Meski tidak berdampak langsung, namun diyakini hal tersebut menurutnya, bisa memusnahkan faham radikalisme yang beredar di dunia maya.
Proses untuk mengajak seseorang ataupun segolongan manusia menuju arahan perilaku yang lebih baik dan menjauhi keburukan tentu saja tidak semudah membalik telapak tangan. Semuanya harus melalui proses yang terencana dan terkonsep dengan baik. Untuk dapat mencapai aktifitas dakwah tersebut, maka dalam dakwah dikenal konsep strategi dakwah.
Jika dulu para Da’i banyak berdakwah dari panggung ke panggung, kini strategi itu harus dirubah seiring perkembangan teknologi.
“Kita dokumentasikan setiap dakwah para kiai, karena di Indonesia ini banyak kiai yang dakwahnya bagus,” kata Maman beberapa waktu lalu.
Upaya LD PBNU harus kita dukung. Data Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII) tahun 2016 menyebutkan, sebanyak 132,7 juta orang Indonesia telah terhubung ke internet. Dari jumlah tersebut, tidak sedikit para pengguna yang turut menyebarkan paham radikalisme dan intoleransi.
Keutuhan NKRI akan terancam kalau semua dipenuhi dengan fitnah dengan hoax. Dan kita harus melawan. Sebagai organisasi dakwah, LD PBNU berharap agar para dai LDNU melakukan dakwah di dunia maya.
Jika paham radikalisme dan terorisme tidak dapat diatasi di Indonesia, maka bangsa ini akan terjerembab lebih dalam ke dalam krisis multidimensional. Pembangunan di bidang ekonomi akan semakin sulit dilaksanakan dan penderitaan rakyat akan semakin berat. Hal ini disebabkan para investor maupun wisatawan asing tidak akan datang ke Indonesia.
Indonesia kerap disebut sebagai sarang teroris akan menjadi stigma yang sulit untuk dihapuskan. Semua umat beragama yang memiliki pikiran yang jernih tidak akan menerima bila agama yang dianutnya itu dikaitkan dengan teroris, walaupun teroris sendiri menganggap perbuatannya sebagai salah satu bentuk ibadah untuk menegakkan ajaran agama yang dianutnya.
Permasalahannya sekarang adalah bagaimana tokoh-tokoh agama membina umat beragama untuk tidak sampai memahami agama yang dianutnya itu dijadikan motivasi untuk melakukan perbuatan anarkis dan bertindak sebagai teroris.
Jika kita lemah, maka akan ada pihak-pihak yang menggunakan media sosial ini sebagai ajang menebar kebencian.
Artinya peran agama penting sekali dan dakwah menjadi senjata untuk merubah paradigma di masyarakat yang selama ini salah dan kembali menuntun pada jalan perdamaian antar bangsa, dan antar sesama manusia yang dipererat dengan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika.
Mari kita bangkit, mari kita dakwah lewat dunia maya, kita dakwah lewat internet. (rk)
0 Response to "Melawan Radikalisme dan Intoleransi di Dunia Maya"
Posting Komentar