RadarRakyat.Info-Saat ini, banyak beredar informasi di medsos yang menyesatkan terutama terkait dengan pembangunan Jakarta yang diklaim sebagai prestasi Basuki Tjahaja Purnama; termasuk apa yang disampaikan Prof. Sarlito Wirawan dalam salah satu artikelnya.
Dalam
tulisan itu, Sarlito menulis : “… Jalan-jalan tol, MRT, kereta bawah tanah
dibangun terus (padahal di tangan gubernur-gubernur sebelumnya mangkrak
semua).”
Prof.
Sarlito telah menafikan jasa-jasa para mantan gubernur tersebut dalam membangun
kota Jakarta dan menisbatkannya hanya kepada Basuki T. Purnama. Ini jelas tidak
adil.
Saya saksi
hidup -barangkali sudah langka- yang banyak tahu tentang track record para
gubernur tersebut karena selama 28 tahun mengabdi di Dinas Tata Kota DKI
Jakarta di bawah kepemimpinan 6 Gubernur; mulai dari Ali Sadikin (1966-1977),
Tjokropranolo (1977-1982), Suprapto (1982-1987), Wiyogo (1987-1992), Suryadi
Sudirdja (1992-1997) sampai dengan Soetiyoso (1997-2007). Di masa kepemimpinan
Fauzi Bowo (2007-2012), saya sudah pensiun. Akan tetapi, tetap mengikuti kiprah
Fauzi Bowo. Sebetulnya, Basuki T. Purnama hanya melanjutkan blueprint
pembangunan Jakarta sebagaimana yang telah diletakkan oleh para gubernur
sebelumnya.
Para
gubernur tersebut telah meletakkan kerangka makro pembangunan Jakarta yang
komprehensif, termasuk program-program jangka panjang dan menengah serta skala
prioritasnya.
Ali Sadikin
menyiapkan Rencana Induk Jakarta 1965–1985, Suprapto kemudian melanjutkan
dengan Rencana Umum Tata Ruang DKI Jakarta 2005, Suryadi Soedirdja pada tahun
1996 merevisi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi DKI Jakarta 2010, dan
Fauzi Bowo melanjutkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi DKI Jakarta
2030.
Skenario
pembangunan Jakarta sudah ditentukan dalam dokumen tersebut di atas, baik
secara keseluruhan maupun partial. Jadi konsepsi pembangunan jalan arteri tol
dan non-tol, MRT, LRT, BRT (busway), pengendalian banjir, dan pengembangan
fasos fasum, semuanya sudah tertera dan terprogram, tinggal menjalankan saja.
Perbedaan
Basuki T. Purnama dengan para gubernur sebelumnya adalah :
Basuki T.
Purnama bekerja secara piece meal approach (menyelesaikan persoalan-persoalan
kecil), antara lain membangun proyek-proyek yang bersifat kosmetik dan partial
seperti pembenahan trotoar, pembersihan kali, pembangunan taman, menggusur
hunian kumuh yang akhirnya menimbulkan banyak permasalahan sosial terhadap
warga tersusun, dan lain sebagainya.
Sedangkan,
para gubernur sebelumnya selalu bekerja dalam kerangka pembangunan yang
menyeluruh dan terintegrasi sesuai skala prioritasnya, menyelesaikan masalah
tanpa masalah; mendahulukan terbentuknya struktur jaringan makro Jakarta,
terutama dalam aspek transportasi dan pengendalian banjir.
Pembangunan
Jalan Arteri Tol dan Non-Tol
Sebelum
Basuki T. Purnama menjabat sebagai gubernur, pembangunan struktur makro
jaringan jalan arteri primer baik lingkar maupun radial Jakarta telah selesai
seluruhnya.
Pembangunan
Jalan Lingkar Dalam
Jalur
Grogol-Cawang-Tanjung Priok dan beberapa jalan arteri radial (Cempaka Putih,
Pemuda, Pramuka, dll) sudah selesai di era Gubernur Ali Sadikin. Peningkatan
jalan lingkar dalam menjadi jalan tol terlaksana di era Gubenur Suprapto,
Suryadi, Wiyogo. Pembangunan jalan lingkar luar, ruas Cakung-Cilincing, Kampung
Rambutan-Vetreran, Kampung Rambutan-Cakung , Kembangan-Cengkareng,
Kembangan-Veteran sudah dimulai sejak Gubernur Suprapto, dilanjutkan oleh
Wiyogo, Suryadi Sudirdja, Sutiyoso dan dirampungkan oleh Fauzi Bowo.
Peningkatannya
menjadi jalan tol juga pada masa para gubernur tersebut. Belum lagi banyak
jalan arteri radial yang diselesaikan para gubernur setelah Ali Sadikin, antara
lain; Jl. Dr.Satrio, Jl. Casablanca, Jl. Rasuna Said, Jl. Buncit Raya, Jl.
Antasari, Jl. Pondok Pinang, Jl. Pejompongan, Jl. Panjang, Jl. Latumeten, Jl.
Mangga Dua, Jl. Ngurah Rai dan banyak lagi yang lainnya.
Basuki T.
Purnama hanya menerima warisan struktur jaringan jalan makro Jakarta yang sudah
terbentuk.
Adapun
pembangunan 6 jalan tol baru yang sekarang ini sedang dilaksanakan, sebetulnya
merupakan program Fauzi Bowo yang siap dilaksanakan. Namun karena mendapat
kritikan tajam dari berbagai para pakar transportasi kota, maka program
tersebut dibatalkan dan diganti dengan pembangunan 2 ruas jalan layang non tol,
yaitu ruas Mas Mansyur-Dr. Satrio-Casablanca dan ruas Antasari. Ironisnya
ketika Basuki T. Purnama melaksanakannya, media masa membungkam para
pengritiknya.
Pengendalian
Banjir
Begitu juga
dalam sistim pengendalian banjir, apa yang dilakukan Gubernur sebelumnya adalah
membangun struktur makro pengendalian banjir yang sudah rampung seluruhnya,
antara lain dengan pembangunan kanal, waduk dan saluran primer Jakarta. Banjir
Kanal Barat sudah dimulai dibangun sejak zaman Ali Sadikin. Cengkareng Drain
dan Cakung Drain dilanjutkan para Gubernur lainnya. Terakhir, Banjir Kanal
Timur diselesaikan oleh Fauzi Bowo.
Bahkan
program normalisasi kali juga sudah dilakukan pada beberapa sungai di Jakarta,
seperti Kali Cideng, Morkervart, Gunung Sahari, dll. Pembangunan waduk Pluit, Sunter,
Ria Rio juga hasil karya para gubernur tersebut.
Pengelolaan
Sampah
Sistim dan
mekanisme pengelolaan sampah mulai dari pembangunan Tempat Penampungan
Sementara (TPS) di berbagai tempat di Jakarta sampai Tempat Penampungan Akhir
(TPA) di Bantar Gebang juga sudah selesai dibangun. Kalaupun terjadi kericuhan
dalam pengelolaan sampah belakangan ini, itu hanya menyangkut masalah manajemen
saja.
Fasos-Fasum
Berbagai
macam fasos/fasum juga telah dibangun dalam jumlah yang memadai oleh para
gubernur sebelumnya. Sekolah, mulai dari tingkat SD sampai SMA. Fasilitas
kesehatan, mulai dari Puskesmas tingkat kelurahan, kecamatan sampai RSUD juga
terbangun di setiap kelurahan, kecamatan dan wilayah kota. Hanya RSUD Jakarta
Selatan yang dibangun Basuki T. Purnama melanjutkan program gubernur
sebelumnya.
Demikian
juga pembangunan pasar modern tersebar merata di seluruh kota, seperti pasar
Tanah Abang, Pasar Senen, Pasar Glodok, Pasar Mayestik, Pasar Blok-M, Pasar
Koja, Pasar Kebayoran Lama, Pasar Santa dll. Begitu juga pasar pasar
tradisional yang jumlahnya ratusan.
Pembangunan
terminal dalam kota dan luar kota, spt Terminal Kampung Rambutan, Terminal
Blok-M, Terminal Cengkareng, Terminal Pulo Gadung, Terminal Lebak Bulus, dll
sudah terlaksana sebelum Basuki T. Purnama menjabat. Pembebasan tanah terminal
Pulo Gebang dilakukan masa gubernur Sutiyoso. Pembangunan fisiknya semasa
Gubernur Joko Widodo.
Dalam
kegiatan olahraga, pembangunan gelanggang remaja di setiap wilayah kota,
lapangan sepakbola semua sudah lengkap.
Mass Rapid
Transit (MRT)
Sebetulnya,
gagasan pembangunan MRT sudah dicetuskan sejak masa Ali Sadikin. Tetapi kajian
saat itu menyimpulkan kemampuan membangun MRT belum ada. Barulah pada era
Suryadi Soedirdja dibentuk Project Management Unit MRT untuk melakukan
Feasibility Study Tentang Pembangunan MRT. Studi tersebut berhasil dirampungkan
dan kemudian akan ditindak lanjuti dengan penyusunan Basic Design. Namun
penyusunan Basic Design terpaksa ditangguhkan di era Sutiyoso akibat krisis
ekonomi 1998. Baru saat Fauzi Bowo menjabat, studi tersebut dilanjutkan dan
bahkan dibentuk PT. MRT JAKARTA untuk melaksanakannya. Ketika Joko Widodo menjadi
gubernur, beliau tinggal melaksanakan apa yang sudah disiapkan oleh Fauzi Bowo.
Light Rail
Transit (LRT)
Sutiyoso
karena mempertimbangkan kondisi perekonomian yang belum pulih- memutuskan
menunda pembangunan MRT dan merintis pengembangan LRT sebagai gantinya.
Pembangunan bekerjasama dengan pihak swasta sebagai investor. Tiang-tiang
penyangga bahkan sudah dibangun, namun karena investor kesulitan modal maka
proyek tersebut terhenti .
Bus Rapid
Transit (BRT)
Akhirnya,
Sutiyoso beralih membangun Bus Rapid Transit pada beberapa koridor jalan arteri
dan dilanjutkan pada beberapa koridor lainnya oleh Fauzi Bowo.
Sebetulnya
BRT adalah pilihan yang tepat karena saat ini menjadi primadona di manca negara
dalam memecahkan masalah transportasi.
Pembangunan
MRT sudah ditinggalkan kota-kota dunia karena selain biaya pembangunannya
sangat mahal, teknologinya rumit, memerlukan waktu pembangunan yang lama, juga
secara ekonomis tidak menguntungkan. Hampir semua operator MRT di seluruh dunia
merugi dan disubsidi oleh pemerintah. Di kota Kahsiong (Taiwan) bahkan
pembangunan MRT gagal karena sepi penumpang; demikian juga di Kuala Lumpur.
Bila MRT
Jakarta nanti rampung, akan menjadi beban fiskal buat Pemprov DKI. Subsidi
tiket diperkirakan sekitar Rp. 20.000/penumpang. Dengan perkiraan ridership 1
juta orang perhari, maka subsidi tiket/hari mencapai Rp.20M, Rp.600M/bulan,
Rp.7,2T/tahun. Belum lagi biaya operasional, pemeliharaan (maintenance) dan
pembayaran cicilan dan bunga hutang, mungkin pengeluaran pemerintah provinsi bisa
mencapai angka Rp. 10 T setiap tahunnya.
Sebaliknya,
biaya pembangunan BRT sangat murah, teknologinya tidak terlalu rumit, waktu
pembangunan sangat cepat dan yang paling penting tidak akan menguras kas
pemerintah. Di beberapa kota di dunia, pemerintah hanya menyiapkan
infrastukturnya saja, sedangkan pengadaan bis disediakan operator. Ternyata
juga kapasitas BRT dapat ditingkatkan setara MRT. Dengan menyediakan 2 lajur
bis setiap arah dan menggunakan bis bi-articulated (3 rangkai gerbong),
kapasitasnya bisa mencapai 55.000 penumpang/arah/jam setara dengan kapasitas
MRT Lebak Bulus-Bundaran HI yang sedang dibangun.
Beberapa
kota di dunia berhasil mengatasi masalah transportasinya dengan cara ini,
seperti Bogota, Sao Paulo, Guangzu dll. Ironisnya, Jakarta adalah kota pertama
di Asia yang mengembangkan BRT tetapi beralih ke MRT, sementara kota2 lainnya
di Asia meninggalkan MRT dan beralih ke BRT.
Lain-lain
Masih banyak
lagi hasil karya para gubernur tersebut yang spektakuler yang tetap akan
dikenang sepanjang masa karena ada jejak sejarahnya.
Pembangunan
Taman Impian Jaya Ancol, Taman Ismail Marzuki, Taman Mini Indonesia Indah,
Ragunan, Planetarium di era Ali Sadikin.
Refungsionalisasi
Monas sebagai Taman Kota, menghapus operasi becak di Jakarta, merintis liburan
hari Sabtu, mengembangkan Kemayoran sebagai Arena PRJ dan Pusat Eksebisi
bertaraf internasional, dll di era Wiyogo.
Pembangunan
rumah susun murah di Kemayoran, Bendungan Hilir dan diberbagai tempat lainnya
di era Suryadi.
Pembangunan
Islamic Center dll di era Sutiyoso dan proyek2 lainnya di era Fauzi Bowo; yang
kalau diuraikan akan menjadi daftar yang sangat panjang.
Singkatnya
dari urusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak sampai yang menyangkut
kematian (pengadaan TPUP) sudah disiapkan fasilitasnya di lima wilayah kota
oleh para gubernur tersebut.
Ketika
Sutiyoso menutup lokalisasi pelacuran di Kramat Tunggak yang luasnya 10 kali
lebih besar dari Kalijodo dan menjadikannya sebagai Islamic Center terbesar se
Asia Tenggara, sepi dari pemberitaan media masa. Sementara ketika Basuki T.
Purnama menggusur Kalijodo dengan pasukan gabungan bersenjata lengkap,
diberitakan besar-besaran dan bahkan dianggap pahlawan.
Prestasi
Basuki T. Purnama sebetulnya belum ada apa-apanya dibanding para gubernur
sebelumnya. Tetapi, dia akan dijadikan putra mahkota, maka direkayasalah oleh
media asing dan aseng bahwa semua pembangunan di Jakarta sebagai prestasinya
Basuki T. Purnama.
Mengakhiri
tulisan ini, saya menghimbau kepada rekan-rekan purna bhakti Pemprov DKI
Jakarta, mari kita kumpulkan data-data tentang pembangunan di Jakarta di masa
Gubernur Ali Sadikin hingga dengan Fauzi Bowo untuk kita jadikan sebuah buku
Sejarah Pembangunan Kota Jakarta, agar generasi mendatang tahu siapa saja yang
banyak jasanya membangun kota Jakarta yang kita cintai ini dan agar tidak ada
lagi yang gampang menyatakan di tangan gubernur-gubernur sebelumnya mangkrak
semua.[***]
Oleh: Ismail
Zubir
*Mantan PNS
Dinas Tata Kota Pemprov DKI Jakarta, Alumni Planologi ITB (gr)
0 Response to "Prestasi Hoax Ahok Dibongkar Oleh Mantan PNS Tata Kota DKI Jakarta"
Posting Komentar