Menguak Di Balik Reklamasi Teluk Jakarta | RADAR RAKYAT -->

Menguak Di Balik Reklamasi Teluk Jakarta




RadarRakyat.Info-
Reklamasi adalah proses pengurugan kawasan air (laut, sungai, danau) hingga menjadi daratan baru. Dengan harga jual tanah yang meningkat terus, maka daratan baru ini mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi. Ada harta di balik proyek reklamasi.

Reklamasi adalah hal biasa dan sudah banyak dilakukan oleh berbagai negara di dunia. Inisiatif reklamasi biasanya datang dari pemerintah dengan berbagai alasan dan kepentingan.

Pada awalnya, reklamasi dilakukan untuk survival: untuk mempertahankan hidup dari bencana banjir seperti yang dilakukan oleh bangsa Belanda sejak ratusan tahun silam, atau alasan ekonomi seperti membangun pelabuhan udara untuk menunjang pembangunan ekonomi. Banyak pelabuhan udara di dunia ini dibangun di lahan reklamasi, antara lain Changi Airport (Singapore), Kansai International Airport (Jepang), Chek Lap Kok (Hong Kong), dan banyak lagi.

Negara bagian Florida, Amerika Serikat, yang ekonominya tergantung dari pariwisata pantai, harus melakukan reklamasi untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pantainya untuk menarik turis yang sempat menurun. Setelah reklamasi, jumlah turis di Miami meningkatkan tajam dari 8 juta turis pada 1978 menjadi 21 juta turis pada 1983. Ini adalah contoh reklamasi yang bermanfaat bagi rakyat yang tinggal di daerah sekitar reklamasi, dan sekaligus meningkatkan pendapatan pemerintah daerah.

Reklamasi Pantai Utara Jakarta: Mega Proyek Kontroversial



Seperti kita ketahui, saat ini proyek reklamasi juga sedang berlangsung di Pantai Utara (Pantura) Jakarta. Areal reklamasi ini sangat luas, mencapai 5.152 hektar atau 51.520.000 meter persegi. Artinya areal reklamasi ini lebih besar dari Jakarta Pusat yang mempunyai luas 48.000.000 meter persegi!

Jadi, reklamasi Pantura Jakarta termasuk salah satu mega proyek reklamasi terbesar di dunia. Reklamasi Pantura Jakarta dibagi menjadi tujuh belas (17) pulau (Pulau A sampai Pulau Q) yang terbentang dari sisi barat hingga sisi timur Pantai Utara Jakarta. Dari 17 pulau tersebut, ada tiga belas (13) pulau (Pulau A hingga Pulau M) dengan total luas 3.560 hektar (35.600.000 meter persegi) terletak di daerah elit Pantai Indah Kapuk (PIK), Pluit, dan Ancol.

Seperti kita ketahui, harga tanah di daerah elit ini sangat tinggi sekali. Oleh karena itu, lahan hasil reklamasi di 13 pulau tersebut pasti mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi. Siapa yang beruntung melaksanakan reklamasi ini? Ada 7 perusahaan yang diserahkan untuk melaksanakan reklamasi di daerah elit ini, di mana salah satunya adalah perusahaan daerah (BUMD) DKI. Di bawah ini kita coba menghitung nilai ekonomis atau keuntungan dari reklamasi Pantura Jakarta.

Kebanyakan masyarakat awam mengira biaya reklamasi tentunya sangat mahal sekali. Berdasarkan data historis beberapa proyek di negara tetangga kita, biaya reklamasi ternyata sangat murah. Reklamasi di Singapore (selama periode 1966-1977) hanya menelan biaya 228 juta dolar Singapore (SGD) untuk luas lahan sebesar 11.650.000 meter persegi. Artinya, biaya reklamasi per meter persegi hanya SGD 19,57 atau sekitar Rp 185.915 (dengan menggunakan kurs awal Januari 2017). Di Melaka, Malaysia, biaya reklamasi rata-rata hanya Rp 989.090 per meter persegi seperti dapat dilihat di bawah ini.

Sumber: A Study on Land Reclamation Costs, 2009 (Jabatan Penilaian Perkhidmatan Harta (JPPH), Kementerian Kewangan Malaysia)
Reklamasi di Bandar Tanjung Pinang, Tanjung Tokong, Malaysia pada 2003 hanya menghabiskan biaya 328 juta ringgit Malaysia (RM) untuk reklamasi seluas 973.793 meter persegi. Artinya, biaya reklamasi per meter persegi hanya RM 336,83 atau Rp 1.023.952 (kurs: Rp 3.042 per RM 1). Proyek Reklamasi Marina, Bandar Tanjung Bungah, Malaysia pada 2007 menghabiskan biaya RM 26.527.742 untuk lahan seluas 48.562 meter persegi (4,85 hektar). Artinya, biaya reklamasi per meter persegi menjadi RM 546.26, atau Rp 1.660.636 (kurs sama seperti di atas). Biaya reklamasi ini lebih tinggi karena lahan reklamasi sangat kecil sehingga terjadi inefisiensi yang mengakibatkan biaya reklamasi per meter persegi meningkat tajam.

Bagaimana dengan biaya reklamasi di Indonesia? Selain di Pantura Jakarta, saat ini juga sedang berlangsung proyek reklamasi di Pantai Losari, Makassar, dengan luas 157,23 hektar (Rp 1.590.000 per meter persegi). Menurut berita di surat kabar, Ciputra Group sebagai pengembang pelaksana reklamasi menyediakan dana Rp 2,5 triliun untuk proyek ini. Kalau kita asumsikan seluruh dana tersebut digunakan untuk reklamasi, maka biaya reklamasi Pantai Losari sebesar Rp 1.590.000 per meter persegi. Biaya reklamasi Pantura Jakarta seharusnya jauh lebih rendah dari Pantai Losari karena skalanya jauh lebih luas sehingga lebih efisien.

Reklamasi Pulau A sampai Pulau M seluas 35.600.000 meter persegi yang terbentang di kawasan elit ini harga jual tanah di kawasan tersebut bervariasi antara Rp 22 juta hingga Rp 38 juta per meter persegi, dengan harga rata-rata Rp 30 juta per meter persegi. Kita asumsikan utilisasi lahan 55 persen. Artinya, hanya 55 persen dari seluruh areal reklamasi yang dapat dikomersialkan (baca dijual). Sedangkan sisanya 45 persen digunakan untuk fasilitas umum, daerah hijau, serta sarana dan prasarana. Asumsi utilisasi 55 persen ini cukup konservatif mengingat di beberapa proyek perumahan utilisasi lahan bisa mencapai 60 persen hingga 65 persen.

Dengan asumsi perhitungan seperti di atas maka total keuntungan proyek reklamasi sepanjang Pantai Indah Kapuk sampai Ancol, atau dari Pulau A sampai Pulau M, seluas 35.650.000 meter persegi, mencapai Rp 516,9 triliun, seperti dapat dilihat di tabel di bawah ini.

Sumber: Hasil pengumpulan data dan analisa ekonom Anthony Budiawan.
Oleh karena itu, tidak heran kalau proyek reklamasi Pantura Jakarta ini harus terus dilanjutkan, at all costs! Tidak boleh ada yang menentang. Bahkan ada yang berpendapat, untuk memuluskan mega proyek ini maka lingkungan ‘kumuh’ yang menghalangi pandangan mata, atau lebih tepatnya yang dapat mengurangi nilai jual tanah, harus digusur: Pasar Ikan, Luar Batang?

Apa yang diperoleh Pemprov DKI Jakarta sebagai pemegang hak reklamasi yang diamanatkan oleh Keppres5/1995? Pemerintah DKI Jakarta hanya memperoleh ‘retribusi’ sebesar 5 persen. Lima persen? Bukankah 15 persen? Secara peraturan yang berlaku, retribusi yang resmi adalah 5 persen. Retribusi 15 persen hanya ada di “Perjanjian Preman”.

Apakah “Perjanjian Preman” tersebut sah? Mungkin hanya pakar hukum di Mahkamah Agung atau KPK yang bisa menjawabnya. Yang pasti harta di balik reklamasi ini sungguh amat menggiurkan. Penulis hanya berharap harta ini mampu membawa kebaikan bagi warga DKI dan bukan sebaliknya menimbulkan bencana sosial maupun lingkungan.

*) Daniel Johan adalah Wakil Ketua Komisi IV DPR RI FPKB
*) Artikel ini adalah pandangan pribadi penulis, bukan merupakan pandangan redaksi detikcom    (gr)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Menguak Di Balik Reklamasi Teluk Jakarta"

Posting Komentar