RadarRakyat.Info-SEBUAH undangan yang beredar di media sosial malam ini mengajak masyarakat sekaligus menyebutkan bahwa pada Senin 13 Maret 2017 akan ada gerakan protes yang bersifat lain dari yang lain.
Gerakan itu
ditujukan untuk mempermalukan para pelaku korupsi e-KTP.
Sementara
bentuknya berupa penghadangan dan pencarian terhadap para anggota DPR-RI yang
terlibat korupsi e-KTP.
Setelah
ditemukan, sekelompok masyarakat yang sudah berjaga-jaga atau telah melakukan
pencarian, akan memberi hukuman sosial.
Hukuman itu
berupa pelemparan tinja atau kotoran manusia (tai) kepada para pelaku korupsi
tersebut.
Walaupun
pelemparan tinja tidak diarahkan ke arah wajah yang disasar, tetapi agenda itu
cukup mengagetkan.
"Kami
akan lakukan aksi pelemparan kotoran manusia kepada mereka", tulis Nanang
Arifin Nur dalam WA yang diedarkan oleh Arief Poyuono, seorang politisi Partai
Gerindra pada pukul 20:36 WIB malam ini.
Hukuman
tersebut, kata edaran tadi sebagai bentuk hukuman sosial yang berat, sebelum
para wakil rakyat itu diseret ke meja hijau.
Rencananya
sekelompok masyarakat yang membentuk "Gerakan Masyarakat Pelempar Kotoran
Manusia Pada Pelaku Perampokan Uang Rakyat Dalam Proyek Pengadaan e-KTP Sebesar
Rp 2,5 Triliun" akan menunggu di pintu masuk kantor para wakil rakyat,
dimana mereka sering berkantor. Bisa juga para pemrotes mendatangin rumah
kediaman para politisi Senayan tersebut.
Kendati
sudah memutuskan apa yang akan dilakukan, pelopor aksi ini tetap meminta kepada
Kapolri, Panglima TNI dan Presiden Joko Widodo untuk memberikan perlindungan
hukum kepada para pelaku aksi.
Nama-nama
anggota DPR-RI maupun yang sudah mantan - yang disebut terlibat dalam mega
skandal tersebut, sudah beredar sejak kemarin, Kamis 9 Maret. Bersamaan dengan
penyidangan pertama kasus mega korupsi tersebut.
Selain itu
juga terdapat nama Fauzi Gamawan, Menteri Dalam Negeri di era pemerintahan SBY
yang menjadi salah satu penggerak proyek ini.
Bersama Anas
Urbaningrum, Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR-RI, keduanya disebut dalam
dakwaan jaksa sebagai pihak yang menerima bagian yang terbesar. Bentuknya pun
dalam mata uang dolar Amerika dengan nilai antara 4 sampai 5 juta dolar.
Aksi ini -
kalau bisa disebut sebagai wujud dari rasa kecewa, nampaknya dipicu oleh sikap
sejumlah figur yang disebut dalam dakwaan.
Dimana
rata-rata mereka menyampaikan bantahan dengan intonasi bahasa yang
"ngeles", "tidak pernah menerima, tidak melihat uangnya"
dan sebagainya.
Sementara
secara mental, masyarakat sudah diprakondisi oleh Ketua KPK. Masyarakat jangan
kaget mendapati nama-nama besar yang terlibat skandal besar.
Sejumlah
nama yang sudah membantah bahwa mereka tidak terlibat dalam aksi korupsi
berjamaah itu antara lain Setya Novanto (Ketua DPR-RI) yang ketika proyek ini
digagas duduk sebagi Ketua Fraksi Golkar di DPR-RI dan Bendahara Umum Partai
Golkar.
Tapi di
pihak lain media seperti Metro TV menyebut bahwa Ketua Umum DPP Golkar itu
mendapat bagian sekitar Rp. 500,- milyarl
Kemudian dua
eks anggota DPR-RI dari PDIP masing-masing : Ganjar Pranowo (kini Gubernur Jawa
Tangah) dan Olly Dondokambey (kini Gubernur Sulawesi Utara).
Praktis dari
9 fraksi di DPR periode 2009- 2014, ada anggotanya yang disebut kebagian uang
korupsi.
(Rencana)
aksi pelemparan kotoran manusia seperti ini - kepada politisi yang disebut
korup, boleh jadi baru ada di Indonesia. Atau belum pernah terjadi di dunia.
Sama halnya
dengan sebuah mega proyek e-KTP, yang sepertinya dirancang hanya untuk jadi
bancakan. Bukan untuk dikerjakan.
Dan yang
mengherankan, para pihak yang terlibat dalam skandal, merupakan orang-orang
yang bisa disebut pejabat negara.
Sebagai
pejabat negara, sebelum menjabat mereka bersmpah sesuai agama masing-masing,
tidak akan melakukan tindakan yang merugikan negara = seperti korupsi.
Sehingga
secara moral, skandal ini seperti mematikan harapan rakyat yang besar bahwa
korupsi di negara ini masih bisa diberantas.
Di sisi
lain, sekalipun ada kelegaan bahwa KPK bisa mengungkap mega skandal ini, namun
ada pula kekhwatiran korupsi berjamaah ini bakal "mati suri".
Kekhawatiran
ini terlihat dari berbagai pernyataan para pemangku kepentingan.
Ketua KPK
Agus Rahardjo menjelang persidangan pertama telah mewanti-wanti bahwa
keterlibatan banyak nama besar dalam skandal ini bisa berdampak pada stabilitas
politik nasional.
Pernyataan
Agus Rahardjo seakan bisa ditafsirkan bahwa kalau mau negara stabil, yah
sebaiknya pembongkaran skandal ini tidak dilanjutkan.
Sementara
dari kalangan Komisi Penyiaran Indonesia sudah muncul permintaan agar
penyidangan atas kasus ini, harus dilakukan secara tertutup bagi pers.
Media
televisi, tidak boleh menyiarkannya secara langsung.
Permintaan
komisioner KPI ini menyisakan pertanyaan - mengapa untuk persidangan kasus
pembunuhan Jessica Wongso dan penistaan agama oleh Ahok Basuki Tjahaja Purnama,
tidak ada himbauan seperti itu ?
Sementara
ada harapan yang berbeda. Yaitu media televisi khususnya perlu memberitakan
persidangan tentang prilaku koruptor, secara langsung.
Siaran ini
bisa dianggap sebagai salah satu bentuk hukuman sosial masyarakat kepada para
koruptor. Sebab para koruptor inilah yang menghancurkan sendi-sendi kehidupan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. ***
Penulis
adalah jurnalis senior[ (rmol)
0 Response to "Lemparan Tinja Bagi Koruptor E-KTP"
Posting Komentar