RadarRakyat.Info-Sepanjang tahun lalu, berdasarkan data Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, ada 113 kasus penggusuran paksa oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Penggusuran itu merugikan 8.315 kepala keluarga dan 600 unit usaha. Sebanyak 84 persen penggusuran dilakukan secara sepihak.
Itu belum
termasuk penggusuran yang dilakukan sejak awal hingga menjelang tengah tahun
ini. Merujuk pada data tersebut, sejarawan Betawi JJ Rizal menyebut Ahok
sebagai Gubernur Jakarta yang paling sering menggusur warganya.
Penggusuran
pada era Ahok, kata Rizal, bukan hanya sering terjadi, tapi juga dilakukan
dengan pendekatan kekerasan, stigatisasi, bahkan teror. Ia menuding Ahok tak
mengedepankan dialog sebelum menggusur.
“Sejarah
penggusuran yang paling rutin dan tanpa pendekatan kemanusiaan, justru terjadi
sekarang. Periode Ahok penggusuran paling brutal dalam sejarah,” ujar Rizal
kepada CNNIndonesia.com di Serang, Banten.
Pun ganti
rugi dan jaminan atas kehidupan dan pekerjaan warga yang digusur, menurut
Rizal, tidak dipikirkan oleh gubernur.
“Ini
lembaran paling hitam dalam sejarah penggusuran, bagaimana pemerintah hadir
dalam wajah yang paling menyeramkan,” kata Rizal.
Warga Pasar
Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara, menatap rumahnya yang rata dengan tanah.
Selepas itu ia tinggal di atas perahu seraya mencari tempat tinggal baru. (CNN
Indonesia/Riva Dessthania Suastha)Sejarah penggusuran Jakarta
Rizal
mencatat, kasus penggusuran pertama di Jakarta yang bermasalah terjadi pada
masa penjajahan. Ketika itu, pemerintah kolonial Belanda banyak merampas tanah
rakyat pribumi untuk membangun Kompleks Menteng.
Penggusuran
dilakukan tanpa pertanggungjawaban. Kasus itu mencuat pada 1930-an. Husni
Thamrin –pahlawan nasional asal Betawi yang berayahkan seorang Belanda dan
beribukan Betawi– pun kala itu ikut
menggugat.
Sementara di
masa Orde Lama, penggusuran dimulai pada masa Wali Kota Sudiro. Saat itu Satuan
Polisi Pamong Praja mulai hadir pada aksi-aksi penggusuran era 1950-an. Salah
satunya di kawasan Hotel Indonesia. Bung Hatta saat itu bahkan sempat
melayangkan protes.
Bagi Rizal,
yang menarik adalah penggusuran di kawasan Senayan untuk membangun Kompleks
Gelora Bung Karno. Presiden Sukarno turun langsung dalam rencana pembangunan
dan penggusuran itu.
Setelah
menemukan tempat yang tepat melalui potret udara di pesawat, Bung Karno
mendatangi sahabatnya Haji Muntako untuk berdialog. Dia meminta agar para
sesepuh dan orang yang dianggap berpengaruh di Senayan dikumpulkan untuk
sosialisasi rencana pembangunan.
“Bung Karno
berdialog tentang rencana itu, sampai pohonnya dihitung. Bukan hanya tanah,
tapi pohon dan buahnya pun dibayar. Disediakan tempat baru buat warga di Tebet.
Diganti semua dan sangat manusiawi,” kata Rizal.
Sementara
pada Orde Baru, pembangunan gencar dilakukan. Gubernur Ali Sadikin tidak lepas
dari aksi menggusur. Namun, menurut Rizal, Bang Ali menggunakan cara-cara
persuasif dan penuh dialog.
Ali
memperhatikan ganti rugi dan kebutuhan warga sebelum tempat tinggal mereka
digusur, sehingga warga menerima program pembangunan kala itu. Bahkan ada warga
yang dengan sukarela mewakafkan tanah mereka.
“Justru
penggusuran paling tidak manusia itu dilakukan di masa ini, di mana nilai-nilai
kemanusiaan menjadi mahkota reformasi,” kata Rizal. (cnn)
0 Response to "Jakarta Era Ahok Cetak Sejarah Penggusuran Paling Brutal"
Posting Komentar