Fenomena Islamophobia yang disuarakan pihak-pihak tak bertanggung jawab menyuburkan kebencian dan ketakutan terhadap Islam. Bahkan tebar kebencian terhadap Islam dan umat menjadi komoditas politik yang diminati untuk mendulang suara dalam setiap pemilihan umum.
Oleh sebab itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengajak umat Muslim di berbagai penjuru dunia untuk menyuarakan Islam sebagai agama kedamaian. Ajakan ini disampaikan Menag saat menjadi pembicara pada Konferensi Internasional di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
Sekitar 700 tokoh ulama dan cendikiawan dari berbagai negara hadir dalam konferensi dengan tema “Perdamaian Dunia dan Islamphobia” ini. Adapun dari Indonesia, hadir Prof. Quraish Shihab, Prof. Amany Lubis, Prof. Amal Fathullah. Menag hadir didampingi Sekretaris Menteri Khoirul Huda Basyir dan Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al Quran Muchlis M Hanafi.
Menag mengatakan, di tengah konflik antar umat Islam sendiri serta kampanye benturan peradaban, Islam dan Barat kembali menguatkan politik identitas di Eropa belakangan ini. Apalagi, peristiwa 11 September 2001 di Amerika telah menimbulkan ketegangan dalam hubungan antara Islam dan Barat kembali terbuka.
Dunia Islam sangat mengecam dan mengutuk aksi tersebut, namun kencenderungan menjadikan Islam dan umat Islam sebagai 'tersangka' terus semakin meningkat. Setiap aksi kekerasan (terorisme) yang dilakukan sekelompok kecil umat Islam dan mengatasnamakan Islam, selalu dikaitkan dengan Islam sebagai agama kekerasan yang tidak bisa bersanding dengan komunitas dan peradaban lain.
“Di tengah situasi seperti ini, kita harus terus menyuarakan secara lantang Islam sebagai agama kedamaian. Islam mengajak umat manusia untuk hidup dengan aman dan damai,” kata Menag Lukman.
Menurutnya, esensi ajaran kedamaian bisa ditemukan dari nama Islam itu sendiri yang berasal dari satu akar kata dengan al-silm yang berarti kedamaian. Itulah esensi semua ajaran agama yang disampaikan oleh para nabi, termasuk Nabi Musa dan Nabi Isa.
Lebih lanjut Lukman mengungkapkan bahwa Islam mengajarkan umatnya untuk menebar kedamaian melalui ucapan dan perbuatan, baik kepada yang dikenal maupun yang tidak dikenal.
“Kita harus bisa membangun ketahanan dalam tubuh umat Islam agar tidak terjebak pada pemahaman ekstrem yang akan merusak citra Islam dan umat Islam,” ujarnya.
Menghadapi Islamphobia
Menurut Menag, tidak ada jalan lain kecuali membangun dialog antara Islam dan Barat. Membesar-besarkan tesis benturan peradaban hanya akan menciptakan rasa takut dan cemas, sehingga akan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk mewujudkan tujuan yang bertentangan dengan upaya membangun perdamaian.
Menag mengatkan, sejak awal Islam tidak mengenal konsep benturan antar peradaban. Sebaliknya, Islam mengajak untuk membangun jembatan komunikasi melalui dialog.
“Perbedaan agama, budaya dan peradaban bukan untuk dibenturkan, tetapi untuk didialogkan dalam kerangka “lita`ârafû” (saling mengenal). Semua peradaban umat manusia bercita-cita membangun sistem kehidupan yang menjamin rasa keadilan, keamanan dan stabilitas. Konflik dan perang selamanya tidak akan pernah menyelesaikan masalah,” jelas dia.
Menurut Menag, hegemoni yang kuat terhadap yang lemah harus dibuang jauh-jauh, dan sebagai gantinya harus ada penghormatan terhadap kekhasan masing-masing peradaban atas dasar persamaan. Pengambilan keputusan secara sepihak yang merampas kewenangan organisasi-organisasi internasional dan melanggar kesepakatan internasional tidak akan mendukung terciptanya perdamaian dunia, bahkan hanya akan membawa dunia dan kemanusiaan ke dalam jurang kehancuran.
“Saya percaya, masih banyak suara-suara hati dan akal sehat yang akan mencegah kesewenangan dan hegemoni negara-negara tertentu. Meski harus menempuh jalan panjang dan terjal, kita tidak boleh berhenti menyeru kepada jalan kedamaian,” imbuhnya.
0 Response to "Menag: Umat Islam Dunia jangan Terjebak Pemahaman Ekstrem yang Merusak Citra Islam"
Posting Komentar