Gedung Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulah Jakarta |
RadarRakyat.Info- Pancasila sudah terbukti sebagai ideologi bangsa yang didalamnya mengandung nilai-nilai luhur bangsa, dan harus dibumikan untuk memperkuat pemahaman dan pengalamannya secara nyata.
Pancasila dan agama sudah terbukti mampu menyatukan berbagai keragaman di Indonesia. Namun itu belum cukup untuk membawa Indonesia menjadi negara yang aman, tenteram, adil, dan makmur. Hal ini terbukti masih ada upaya-upaya untuk menggusur Pancasila sebagai dasar negara yang dilakukan pihak-pihak tertentu.
Oleh sebab itu, Pancasila bukan merupakan retorika yang hanya sekedar pajangan dan tidak diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menurut Guru Besar Sosiologi Agama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulah, Jakarta, Prof Bambang Pranowo menegaskan bila sila-sila Pancasila itu belum terwujud, jangan berharap Indonesia bisa menjadi negara yang damai, adil, dan makmur.
“Artinya lima sila yang ada di Pancasila harus diwujudkan dalam kehidupan masyarakat,” katanya, Selasa (3/10).
Bambang mencontohkan, di Australia, bila ada bangunan bertingkat yang tidak bisa dimasuki orang yang menggunakan kursi roda, dipastikan tidak akan mendapatkan izin. Artinya, semua aspek kehidupan harus adil dan berperikemanusiaan.
“Adanya komunitas yang ingin mengganti Pancasila itu karena merasa keadilan belum terwujud. Di mana pun kalau keadilan tidak terwujud, pasti akan mengundang masalah,” katanya.
Akan tetapi Bambang menilai bahwa sekarang malah banyak orang menuduh orang lain tidak Pancasila, tapi dia sendiri malah korupsi.
Bambang menjelaskan, bahwa nilai-nilai Pancasila dalam kelima sila itu adalah hasil kompromi tokoh-tokoh bangsa, baik dari kaum nasionalis islami dan nasionalis sekuler.
Namun jauh sebelum kemerdekaan, terjadi perdebatan antara dua kelompok itu terkait dasar negara. Tapi setelah melalui proses musyawarah, terjadilah kompromi yang akhirnya diberi nama Pancasila.
Lanjut Bambang menambahkan, awalnya diusulkan Piagam Jakarta, bahkan Bung Karno dengan menitikkan air mata meminta agar Piagam Jakarta diterima. Tapi saat itu, ada utusan dari Indonesia Timur yang protes, karena bila Piagam Jakarta disahkan, maka mereka akan menjadi warga negara kelas dua.
Sehingga dari situ muncul usulan dihapuskannya tujuh kata di Piagam Jakarta yaitu ‘Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya’. Akhirnya dalam sidang BPUPKI, kalangan islam setuju tujuh kata itu dihapus tapi dengan kompensasi kata-katanya diubah menjadi ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’.
“Dalam islam ini tetap penting karena esa itu tidak syirik. Itulah rumusan yang sampai sekarang jadi Pancasila,” ujarnya. rk
0 Response to "Pancasila Bukan Sekedar Retorika Tanpa Pemahaman"
Posting Komentar