Alfian Tanjung |
RadarRakyat.Info- Alfian Tanjung kembali didudukan di kursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya setelah jaksa memperbaiki materi dakwaan pada Rabu (4/10/17). Setelah sebelumnya eksepsi dikabulkan oleh hakim dan dinyatakan lepas dari dakwaan jaksa.
Namun belum sempat menikmati kebebasannya, Alfian kembali dijebloskan ke bui oleh penyidik Polda Metro Jaya. Pada kasus ini, jaksa penuntut umum menjerat Alfian Tanjung dengan pasal 156 KUHP atau Pasal 16 juncto Pasal 4 huruf b butir 2 UU RI Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Ras dan Etnis
Dalam dakwaan, jaksa menjelaskan seperti di dakwaan sebelumnya, Alfian Tanjung pada pukul 05.00 WIB di masjid Mujahidin, jalan Perak Barat Surabaya pada 26 Januari 2017.
Di masjid itu, Alfian Tanjung diundang untuk memberikan ceramah, pada kegiatan Gerakan Sholat Subuh Berjamaah. Dalam kegiatan tersebut, Alfian Tanjung berceramah dengan judul sikap umat Islam menghadapi invasi cina (PKI/PKC).
Di tengah-tengah ceramahnya, ia sempat menyinggung pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo. Selain itu menghina mantan Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok.
Dalam ceramah tersebut juga menyebutkan pemerintahan Jokowi dengan sebutan pendukung Partai Komunis Indonesia (PKI) dihadapan ratusan Jamaah yang ada di masjid tersebut.
Sesuai dengan dakwaan yang dibacakan oleh JPU, perbuatan terdakwa didakwa telah melakukan ujaran kebencian, tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis.
Perlu diketahui, video tersebut berisi ceramah Alfian Tanjung pada sebuah kajian di masjid Mujahidin Surabaya dan disaksikan puluhan jamaah Islam. Ceramah Alfian Tanjung berisi ajakan untuk menolak gerakan Neo PKI di pemerintahan Jokowi dengan menyebutkan beberapa tokoh seperti Dita Indah Sari, Ratna Sarumpaet, Budiman Sudjatmiko (yang dianggap sebagai PKI dengan casing baru), Rieke Diah Pitaloka dan Rika Tjiptaning (dianggap Gerwani).
Ceramah sarat provokasi massa secara massif ini melibatkan jamaah Islam dengan menyudutkan pemerintahan Jokowi sebagai cikal bakal negara Demokrasi yang Komunisme. Serta berkembangnya jaringan Kristen dan Aseng yang melacurkan konstitusi.
Video Gerakan Neo PKI oleh Alfian Tanjung yang diposting di youtube oleh akun Mugiwara No Luffy pada 1 April 2017 dan selanjutnya beredar di media sosial lain seperti Whatsapp. Kemudian, video dengan konten yang sama namun dengan angle kamera yang berbeda juga diposting di youtube Hafizatur Rizal pada 12 Februari 2017.
Mei lalu, dia ditetapkan tersangka atas perkara tersebut. Alfian juga dilaporkan ke Polda Metro Jaya karena menyebut kader PDI-P dan orang dekat Presiden Joko Widodo adalah PKI. Dalam akun Twitter miliknya, Alfian menulis bahwa sebanyak 85 persen kader PDI-P merupakan kader PKI.
Pernyataan Alfian Tanjung sangat jelas dan berpotensi memecah belah bangsa. Dengan pendapatnya ia menghasut serta mengajak masyarakat untuk melawan pemerintah dengan segala macam tudingan PKI tanpa dasar.
Ada baiknya kita pahami,
PKI dan Ideologi itu sudah tidak laku, tidak diminati orang, apalagi oleh generasi milenial. Jujur sajar, tidak gampang jadi komunis, sebab prinsip komunisme adalah: "From each according to his ability, to each according to his needs."
Karl Marx, dalam bahasa Jerman: "Jeder nach seinen Fähigkeiten, jedem nach seinen Bedürfnissen."
Marx mengatakan, bahwa kapitalisme mengidap kontradiksi internal dan menggali kuburnya sendiri, komunisme juga. Pertanyaannya, apakah ada masyarakat yang bisa tumbuh dan berkembang kalau tidak ada kompetisi? Tanpa kompetisi, tidak ada inovasi, tidak ada kreativitas, tidak ada kemajuan.
Islam juga mengajarkan orang untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Tetapi, kompetisi juga harus tandem dengan koperasi. Ini ajaran tawassuth dalam Islam, yang tercermin dalam Pasal 33 UUD 1945.
Ajaran komunisme yang utopis ini tadi tidak pernah ada dalam praktek sejarah. Di Rusia, Lenin mendirikan negara sosialis. Ajaran Marx dimodifikasi menjadi: "From each according to his ability, to each according to his works" (Setiap orang memberi sesuai kemampuannya, setiap orang mendapat sesuai prestasinya). Di sini kerja orang dihargai. Hasrat untuk maju tumbuh. Orang tidak perlu sama-sama miskin. Orang boleh kaya, tetapi jangan terlalu timpang.
Ini pun tidak bertahan karena kendali negara terlalu kuat. Uni Soviet tumbang, Tembok Berlin jebol. Sosialisme-komunisme kandas. Sejarah usai, kapitalisme berjaya, kata Fukuyama. Komunisme tinggal nama. Tidak ada negara komunis. Yang ada adalah negara otoriter, dengan sistem politik tertutup, tetapi pro-pasar seperti RRT (Republik Rakyat Tiongkok).
Muncul dan tenggelam
Munculnya isu soal kebangkitan PKI kembali marak di era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Statusnya sebagai kepala negara dari kalangan sipil, dinilai menjadi faktor pemicu isu tahunan itu kembali muncul.
Menurut mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI Laksamana Muda (Purn) Soleman Ponto, menyeruaknya isu PKI dapat membuat beberapa kelompok bisa menggelar acara rekonsiliasi dengan PKI atau korban 65 lainnya.
"Mungkin saja karena sekarang Pak Jokowi dari sipil. Yang lalu lalu kan enggak ada itu. Nah kalau rekonsilasi jadi, apakah seminar itu kan sama saja mencari pembenaran," kata dia di Jakarta, Kamis (21/9/17).
Menurut dia, isu PKI bisa saja diguliran hingga setelah 30 September. Namun, isu ini bisa hilang jika pada akhirnya tak ada lagi pertemuan-pertemuan seperti yang dilakukan LBH sebelumnya.
Jadi kebangkitan PKI hanya dagangan politik. Komunisme sudah tidak laku. Seperti hantu yang dipelihara untuk konsolidasi agenda politik. Siapa pelakunya dan apa agendanya? Jawabannya ada di udara.
0 Response to "Neo PKI Kendaraan Alfian Tanjung Menuju Bui"
Posting Komentar