DPR Ingin Keselerasan Antara Polri, KPK, Kejagung dalam Penanganan Tipikor | RADAR RAKYAT -->

DPR Ingin Keselerasan Antara Polri, KPK, Kejagung dalam Penanganan Tipikor

Bambang Soesatyo ketua komisi III DPR RI sebut penindakan korupsi rawan hangki pangki
RadarRakyat.Info- Sejak awal dibangunnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai bentuk instansi yang netral dan memiliki kapabilitas untuk mengusut berbagai kasus korupsi di Indonesia.

Bahkan kehadiran KPK di tengah masyarakat banyak mewarnai kebaikan atas kasus-kasus yang sudah ditangani dan berhasil menyeret sejumlah para koruptor ke meja hijau. Dan tak sedikit dari mereka telah mendekam di balik jeruji besi.

KPK pun menjadi momok menakutkan bagi ‘vampir’ penghisap uang negara di setiap instasi pemerintahan maupun swasta. Tangan besi KPK itupun menjadi kekuatan negara dalam meujudkan Indonesia bersih dari para koruptor.

Namun kini derap langkah KPK banyak yang ingin menghentikannya, dengan berbagai upaya, perubahan UU KPK, dan intimidasi yang semuanya dinilai sebagi bentuk pelemahan kinerja lembaga antirasuah.

Sikap tegas KPK telah membuat gerah banyak koruptor. Belakangan kasus megaproyek KTP Eletronik yang menyeret sejumlah pejabat negara dan anggota DPR RI ini harus di kerdilkan. Namun KPK tetap bekerja keras membuktikan keterlibatan banyak pihak didalamnya yang merugikan keuangan negara lima triliun lebih tu.

Seiring langkah KPK, banyak piihak terus memantau kinerja KPK. DPR RI misalnya, lebaga wakil rakyat ini terus menyoroti perkembangan KPK yang dinilai belum memiliki kemajuan dalam menekan perilaku korupsi pejabat.

Karena itu Komisi III DPR menggelar rapat gabungan dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jaksa Agung, dan Kapolri, Senin (16/10/17). Rapat gabungan ini membahas koordinasi dan evaluasi antara aparat penegak hukum dalam hal penanganan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengatakan sejak KPK berdiri 15 tahun lalu, praktik korupsi belum berkurang, justru kian masif. Bambang melihat pola kerja yang dilakukan KPK kontraproduktif bagi pembangunan nasional.

Pria yang akrab disapa Bamsoet ini menilai harus ada keselarasan dalam merealisasikan agenda pemberantasan korupsi oleh Polri, KPK dan Kejaksaan Agung.

Bamsoet menilai, proses penanganan dan penindakan tindak pidanan korupsi rawan kongkalikong. Mulai dari pengaduan masyarakat, penyadapan, penyidikan hingga penuntutan dan pengamanan barang bukti atau barang sitaan.

“Kita ingin arah dan agenda pemberantasan korupsi tidak hanya menghasilkan kegaduhan dan festivalisasi, tapi hasil nyata terhadap pertumbuhan ekonomi, bisnis, dan kesejahteraan masyarakat” ungkapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J. Mahesa meminta adanya tindak nyata serius dari KPK dalam menghilangkan budaya korupsi di kementerian dan lembaga, serta DPR.

Desmond mengibaratkan obat atau antibodi yang selama 15 tahun dikeluarkan KPK, ternyata tidak ampuh dalam memberantas korupsi yang dianggapnya telah mengakar dan sulit untuk diberantas.

Politisi Partai Gerindra itu menilai ada sesuatu di bidang pencegahan yang belum dilakukan KPK sehingga evaluasi perlu dilakukan.

“Bagaimana antibodi atau obat apa yang dilakukan KPK dan tidak cocok, obat apa yang paling cocok supaya DPR ini tidak korup lagi,” ujarnya.

Meski demikian, KPK tak kurang langkah. Ketua KPK Agus Rahardjo menjelaskan bahwa dirinya pernah menyampaikan di Komisi III DPR tentang adanya penerapan perencanaan berbasis data elektronik (e-planning) dan penyusunan anggaran pendapatan dan belanja berbasis data elektronik (e-budgeting), yang keduanya diyakini ampuh untuk menghilangkan praktik-praktik korupsi di DPR.

Ia mengatakan kedua langkah itu merupakan proses yang sangat transparan dalam pengusulan dan pembahasan apa yang akan dilakukan DPR, termasuk soal anggarannya.

KPK, lanjut Agus mengatakan juga selalu melakukan studi mengenai partai politik, terutama mengenai kesepakatan-kesepakatan politik yang biasa terjadi di lembaga legislatif.

Selain itu rapat juga membahas soal pengembangan unit di kepolisian yakni Densus Tipikor.

Bamsoet menjelaskan, Jaksa tidak dimasukan dalam satu atap penuntutan seperti di KPK, tapi cukup memanfaatkan Satgassus penuntutan dari jaksa-jaksa terpilih untuk menangani kasus-kasus dari Densus Tipikor Polri. Sehingga tidak dibutuhkan Undang-Undang (UU) baru.

“Soal anggaran tidak ada masalah. Komisi III sudah menyetujuinya. Densus Tipikor penting, agar ke depannya KPK lebih fokus pada penanganan kasus-kasus tipikor besar yang tidak bisa ditangani Polri dan Kejaksaan,” ujarnya.

Setidaknya evaluasi yang dilakukan DPR selama untuk kebaikan KPK perlu di dorong, sebab masyarakat akan terus mengontrol setiap kebijakan DPR yang dinilai melemahkan kerja KPK dalam memberantas korupsi. rk

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "DPR Ingin Keselerasan Antara Polri, KPK, Kejagung dalam Penanganan Tipikor"

Posting Komentar