Hikmahanto Juwana mendorong pemerintah untuk mengajak pemerintah negara-negara ASEAN untuk melakukan embargo ekonomi, untuk menghentikan tindakan-tindakan yang tidak manusiawi |
RadarRakyat.Info- Indonesia terus menempatkan perhatiannya atas krisis tragedi kemanusian yang terjadi di Rakhine, Myanmar. Indonesia memang dikenal sebagai negara yang peduli terkait aksi-aksi kekerasan di dunia.
Krisis konflik yang terjadi di Rakhine, Myanmar perlu disikapi dengan bijak oleh bangsa Indonesia. Sebab, masalah tersebut memang mesti diselesaikan dengan mekanisme regional seperti ASEAN. Sementara, dalam mekanisme ASEAN ini, ada kebijakan untuk tidak saling mengintervensi urusan dalam negeri pihak lain.
Konflik yang terjadi di Myanmar saat ini memang bukan urusan dalam negeri. Jangan juga hanya bangsa Indonesia yang lebih bersuara keras, sementara di Negara ASEAN lainnya tidak berlebih.
Yang terjadi disana memang sangat mengetuk nurani untuk bicara terkait kemanusiaan. Tak hanya Indonesia namun juga dunia, sebab banyak nyawa yang menjadi korban kekerasan dan kebiadaban militer di negara itu.
Tragedi kemanusiaan yang dialami etnis Rohingya di Myanmar ini juga telah memancing netizen atau wargnet untuk membuat petisi yang ditujukan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Presiden RI Joko Widodo. Namun, ada baiknya kita perlu mencermati betul persoalan ini agar tidak terlalu dalam mencampuri urusan dalam negeri orang lain.
Untuk itu kita juga perlu mewaspadai dan tidak terprovokasi pihak-pihak lain yang berupaya memancing dan memperkeruh suasana, dengan mengkait-kaitkan konflik tersebut dengan isu SARA.
Sebuah sikap yang tidak bijak serta jauh dari keadilan bila ada pula yang mengajak atau menyuarakan pembalasan kezhaliman tersebut kepada umat Buddha yang ada di Indonesia.
Pemerintah harus bersuara keras itu perlu, karena yang terjadi di sana adalah masalah kemanusiaan.
Pakar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana menyatakan pemerintah Indonesia perlu mendorong negara-negara ASEAN untuk mengembargo Myanmar dari sisi ekonomi. Ini menjadi upaya jangka pendek yang diperlukan untuk menyetop berbagai tindakan yang tidak manusiawi.
Meski demikian, permasalahan di Myanmar sebaiknya dirundingkan bersama dan dicari solusi serta akar permasalahan yang menimbulkan konflik tersebut. Hal itu agar tidak berpotensi menimbulkan hubungan yang kurang baik antar negara ASEAN.
“Saya juga ingin mendorong pemerintah untuk bersuara keras terhadap Myanmar, karena ini bukan urusan dalam negeri, tapi sudah masalah kemanusiaan,” kata dia.
Ide embargo ekonomi memang akan berbenturan dengan larangan untuk melakukan intervensi urusan dalam negeri negara ASEAN sebagaimana diatur dalam Piagam ASEAN. Bahkan hal ini bertentangan dengan cara pembuatan keputusan yang didasarkan pada konsensus.
Akan tetapi, embargo ekonomi perlu dilakukan karena ASEAN tidak boleh membiarkan terjadinya kejahatan internasional yang dilakukan oleh suatu pemerintahan di lingkungan ASEAN.
Ini memang bersifat temporary atau sementara. Embargo ekonomi akan berakhir saat pemerintah Myanmar mengubah kebijakannya dari tidak mengakui menjadi mengakui etnis Rohingya sebagai warganya. Embargo ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah negara-negara ASEAN diharapkan didukung oleh pemerintahan dunia dan untuk melakukan hal yang sama.
Sementara itu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan Indonesia mendesak pemerintah Myanmar untuk bersikap karena krisis kemanusiaan ini sudah menjadi perhatian dunia. Dalam hal ini Pemerintah Indonesia tegas mengutuk dan mengecam aksi pembantaian terhadap etnis Rohingya di Rakhine.
“Kami benar-benar mengutuk dan menyesalkan kejadian itu. Presiden telah menyampaikan sikapnya maka dengan demikian pemerintah Myanmar harus memberi perhatian khusus hal itu karena sudah menjadi perhatian dunia internasional,” tegasnya di Hotel Bidakara, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Sabtu (2/9).
Pramono menegaskan bahwa Myanmar harus segera menangani dan bertanggungjawab atas para pengungsi etnis Rohingya. Menurutnya, persoalan Rohingya bukan pertama kali terjadi. Oleh karena itu, Indonesia sudah melakukan sejumlah langkah untuk menghentikan krisis kemanusiaan ini. Salah satunya berkoordinasi dengan Sekjen PBB dan utusan khusus untuk Rohingya Kofi Anan.
“Maka bagi yang mengungsi harus segera ditangani dan korban diinvestigasi. Pelaku juga,” ucapnya.
Selain itu, pemerintah Indonesia dapat melakukan upaya diplomatik dengan mengultimatum Kedutaan Besar Myanmar di Indonesia agar Pemerintahan Myanmar menghentikan pembantaian.
Sebelumnya, Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, mengatakan bahwa konflik Rohingya di Myanmar tidak perlu dikaitkan dengan sentimen keagamaan. Lembaga-lembaga lintas agama harus bersama-sama membantu etnis Rohingya untuk mendapatkan kembali hak kewarganegaraannya.
Meski demikian, Din Syamsudin mengakui memang ada dimensi keagamaan yang tidak bisa ditutup-tutupi, tapi itu tidak perlu kita kembangkan menjadi masalah agama
“Masalah Myanmar ini tidak perlu dikaitkan dengan sentimen keagamaan,” ungakpnya. (rk)
0 Response to "Indonesia Perlu Mendorong ASEAN Embargo Myanmar"
Posting Komentar