RadarRakyat.Info-DULU sekitar 2 tahun lebih yang lalu, saya masih melihat dan hidup di sebuah negara dimana pemerintahannya diurus dengan serius meski kita harus jujur mengakui segala kekurangan yang ada waktu itu. Memang tidaklah mudah menjadi seorang Presiden dan tidaklah mudah memimpin negara sebesar Republik Indonesia ini. Dibutuhkan kapasitas dan kapabilitas yang cukup besar untuk mampu memimpin Indonesia, sebuah negara yang serba multi di sudut-sudut kehidupannya.
Dua tahun lebih yang lalu itu, kita masih dipimpin Presiden
dan kabinetnya yang memiliki kapasitas dan kapabalitas mencukupi, namun masih
saja belum mampu menyenangkan dan membuat sejahtera rakyat bangsa ini secara
keseluruhan. Namun, paling tidak kala itu kita semua masih hidup di era
informasi yang faktual bukan hidup disesaki isu yang tidak penting.
Saat ini, Indonesia itu saya saksikan berubah menjadi negara
yang penuh sesak dengan isu. Berubah menjadi negara yang kehilangan kebenaran,
berubah jadi negara yang subur dengan kebohongan dan produktif dengan isu. Yang
lebih menyedihkan, negara diurus dengan senda gurau berlebihan yang
mengakibatkan negara kehilangan keseriusan dalam pemerintahannya.
Lihatlah bagaimana Presiden Jokowi memperlakukan tamu agung,
tamu yang dimuliakan Baginda Sri Raja Salman Bin Abdulaziz Al Saud ketika di
meja makan, Presiden malah sibuk merekam sebuah video konyol dan merekam Raja
Salman sedang menikmati makanannya yang kemudian diunggah di situs Vlog.
Sungguh konyol dan tidak menunjukkan etika yang baik, namun apa yang bisa kita
lakukan? Itulah presiden kita saat ini.
Di sela kunjungan Raja Salman ke Indonesia, tampaknya ada
yang sudah merencanakan untuk memproduksi isu demi kepentingan politik. Bahkan
dugaan rancangan skenario kepentingan politik itu melibatkan orang-orang
penting di republik ini. Padahal sesungguhnya, rancangan itu bukan sesuatu yang
penting-penting bangat. Namun karena isu ini berkaitan dengan seorang terdakwa
penodaan agama, maka menjadi sangat hati-hati dilakukan bahkan publik belum
yakin akan terjadi hingga pada saat hari kedatangan Raja Salman.
Adalah Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, terdakwa penodaan
agama Islam yang turut diundang Istana untuk menyambut langsung Raja Salman di
Bandara Halim Perdana Kusumah. Sungguh sebuah praktek ketidakpatutan
ditunjukkan rezim ini, Raja Salman adalah pemimpin negara dimana Islam turun
dan disanalah Quran diturunkan, apakah pantas penoda agama Islam turut
menyambut Raja Salman?
Tidak hanya itu, bahkan tidak lama berselang setelah Raja
Salman turun dari pesawat dan berjabat tangan dengan rombongan Presiden Jokowi
yang menyambutnya, dunia media sosial tiba-tiba dibanjiri oleh foto jabat
tangan Ahok dengan Raja Salman. Dunia medsos dan dunia percakapan publik pun
tiba-tiba over dosis tentang jabat tangan tersebut.
Publik sibuk berbantah lisan maupun tulisan. Ada yang
membenarkan, ada juga yang membantahnya dengan menyebutnya hoax. Sungguh kita
ini menjadi bangsa yang patut dikasihani jiwanya. Kunjungan Raja Salman jadi
didominasi berita jabat tangan yang menyihir itu daripada fakta realita
sesungguhnya ada dimana kini rencana investasi Rp 300-an triliun yang
dibesar-besarkan itu. Semua jadi isu, semua lupa dimana Indonesia dalam
kehadiran Raja yang mulia ini.
Salahkah Ahok dengan jabat tangan itu? Tidak, Ahok tidak
salah. Yang salah adalah yang mengajak Ahok turut serta dalam rombongan itu,
bahkan Presiden tampak begitu sumringah tersenyum dengan moment jabat tangan
itu. Seorang terdakwa yang dibela oleh Presiden, inilah pangkal masalahnya.
Sehingga negara ini menjadi negara penuh isu, negara yang over dosis dalam
kebohongan, negara yang diurus hanya dengan senda gurau. Sungguh bangsa
kasihan..!! (rmol)
0 Response to "Catatan : Negeri Yang Diurus Dengan Senda Gurau dan Miskin Etika"
Posting Komentar