RadarRakyat.Info-PASCAPROKLAMASI kemerdekaan 17 Agustus 1945, setiap kali orang bertemu pasti akan mengucapkan salam “Merdeka”. Bahkan, pekik perjuangan “Merdeka” ditetapkan Maklumat Pemerintahan tanggal 31 Agustus 1945 sebagai salam nasional, yang berlaku mulai 1 September 1945. Caranya ialah dengan mengangkat tangan setinggi bahu, telapak tangan menghadap ke muka, dan bersamaan dengan itu memekikkan “Merdeka”.
Pekik
“Merdeka” menggema dimana-mana kala itu. Semboyan seperti “Sekali Merdeka Tetap
Merdeka” atau “Merdeka atau Mati” juga kerapkan diucapkan para pemuda dan
pejuang, yang menunjukkan tekad untuk mempertahankan kemerdekaan.
Adalah
Soekarno yang membumikan pekik “Merdeka”. Ia menjadikannya senjata untuk
menggembleng rakyat Indonesia agar semangat perjuangan terus menyala. Dalam
banyak kesempatan bertemu rakyat, Bung Karno tak pernah lupa pekik “Merdeka”.
Tapi Bung Karno sempat terpeleset gara-gara pekik itu.
Menurut Roso
Daras, penulis buku Bung Karno: The Other Stories, Serpihan Sejarah yang
Tercecer (2009) ini, pada 1955, Bung Karno berangkat ke Tanah Suci untuk
menunaikan rukun Islam kelima. Jika para jemaah haji Indonesia umumnya pergi ke
Tanah Suci menggunakan moda transportasi laut, Bung Karno menggunakan pesawat
terbang.
Pertama-tama,
Bung Karno dan rombongannya singgah di Singapura. Dari Singapura, pesawat tidak
langsung menuju Arab, melainkan singgah di Rangoon, New Delhi, Karachi,
Baghdad, Mesir… barulah mendarat di Saudi Arabia.
“Ketika di
Singapura, ribu rakyat Indonesia yang berada di sana antusias menyambut Bung
Karno. Mereka meminta Bung Karno memberi wejangan. Bung Karno pun berpidato.
Dalam pidatonya yang berapi-api, beberapa kali Bung Karno memekik kata Merdeka…
Merdeka… Merdeka...,” kata Roso Daras.
Usai berpidato,
Bung Karno melanjutkan perjalanannya. Belum lama pesawat take off dari bandara
Singapura, para wartawan geger. Mereka menyoal pekik “Merdeka” yang
berkali-kali Bung Karno teriakkan di hadapan rakyat Indonesia.
Keesokan
harinya, pers Singapura menulis besar-besar: “Presiden Sukarno menjalankan
ill-behaviour“. Bung Karno dituding tak tahu sopan-santun. Kata pers Singapura,
Singapura bukan negeri merdeka (waktu itu). Bung Karno tahu itu. Tapi, mengapa
ia memekikkan “Merdeka”?
Selama Bung
Karno di Tanah Suci, pers Singapura terus saja geger menyoal Bung Karno yang
dituding ngompori rakyat Singapura untuk merdeka. Mereka bersiap menunggu
kepulangan Bung Karno, yang pasti transit di Singapura.
Setibanya di
Singapura, wartawan langsung menodong Bung Karno dengan berbagai pertanyaan
seputar “bom pekik merdeka”.
“Tahukah
Paduka Yang Mulia Presiden, bahwa tatkala Paduka Presiden meninggalkan kota
Singapura di dalam perjalanan ke Mesir dan Tanah Suci, Paduka dituduh kurang
ajar, kurang sopan, ill behaviour, oleh karena Paduka Presiden memekikkan pekik
merdeka dan mengajarkan kepada bangsa Indonesia di sini memekikkan ‘merdeka’!
Apa jawab Paduka Presiden atas tuduhan itu?” tanya wartawan kepada Bung Karno.
Bung Karno
tenang menjawab, “Jikalau orang Indonesia berjumpa dengan orang Indonesia,
warganegara Republik Indonesia berjumpa dengan warganegara Republik Indonesia,
pendek kata jikalau orang Indonesia bertemu dengan orang Indonesia, selalu
memekikkan ‘merdeka’! Jangankan di surga, di dalam neraka pun.” *h(
0 Response to "Sejarah : Bom Pekik Merdeka Sukarno"
Posting Komentar