RadarRakyat.Info-Warga desa Cadasari, Kabupaten Pandegelang dan warga Desa Baros, Kabupaten Serang, was-was setelah polisi membekuk 6 tokoh masyarakat, tiga diantaranya ustadz, dari rumah mereka.
Keenam tokoh masyarakat itu ditangkap karena dituding
sebagai penggerak masyarakat yang memperjuangkan mata air dan lahan pertanian
dari penguasaan PT Tirta Fresindo, anak perusahaan PT Mayora, yang akan
membangun pabrik kemasan air di dua desa itu.
Demikian siaran pers yang diterima nusantara.news dari
Komite Nasional Pembaruan Agraria dan Aliansi Tolak Privatisasi Air, Senin
(13/2) siang tadi. Keenam warga yang ditangkap,masing-masing H. Ahmad Buseri,
Ustadz Dayat, Ustadz Hasan, H. Nurhadi,,dan
Ustadz Uci . Bahkan tiga diantaranya langsung ditetapkan sebagai
tersangka.
Penangkapan terjadi setelah 300-an warga mendatangi kantor
Bupati Pandegelang. Namun kedatangan warga yang hendak berdialog dengan Bupati
tidak digubris. Bahkan setelah itu ke-6 warga ditangkap dan 3 diantaranya
dijebloskan ke penjara dengan status tersangka.
Untuk itu dalam siaran persnya, Komite Nasional Pembaruan
Agraria dan Aliansi Tolak Privatisasi Air mendesak polisi segera membebaskan 3
orang tersangka. Sebab, lanjut siaran Pers ini, Warga Cadas Sari – Baros
bukanlah kriminal, namun mereka korban kebijakan privatisasi oleh pemerintah
daerah Pandeglang sehingga kehilangan hak-hak agraria mereka berupa tanah dan
air.
Kronologi
Konflik antara warga dengan PT. Tirta Fresindo terjadi sejak
2012. Waktu itu PT Fresindo datang ke Cadasari dan Baros untuk membangun gudang
dengan menguasai 17 hektar areal persawahan yang dikelola warga. Padahal
rencananya, PT Fresindo akan menguasai 32 hektar sawah produktif yang selama
ini menjadi sumber penghidupan warga setempat.
Namun izin pergudangan tiba-tiba berubah menjadi pabrik
pengelolaan air minum kemasan setelah mendapat izin dari Dinas Tata Ruang dan
Tata Wilayah melalui SK No. 600/548.b/SK-DTKP/XII/2013.
Keputusan itu jelas melanggar Perda Kabupaten Pandeglang
No.3/2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pandeglang yang
menyatakan Cadasari merupakan kawasan lindung geologi, yang memiliki beberapa
titik mata air.
Belum lagi soal kearifan local, sebab di daerah itu banyak
berdiri pesantren yang melahirkan sejumlah ulama dan santri. akan sentra lahan
pangan yang menghidupi warga yang mayoritas petani.
Karena menguatnya penolakan dari masyarakat Cadasari dan
Baros, akhirnya Bupati Pandeglang yang masih dijabat oleh Erwan Kurtubi
mengeluarkan pembatalan ijin Perusahaan melalui SK 0454/1669-BPPT/2014.
Pembatalan ini diperkuat dengan himbauan oleh Ketua DPRD Pandeglang agar
pembangunan pabrik air minum dihentikan.
Namun penghentian izin dari Bupati dan diperkuat oleh
himbauan Ketua DPRD itu hanya dianggap angina lalu oleh PT Tirta Fresindo.
Mereka tetap menjalankan aktivitas pemagaran di areal persawahan yang
dikuasainya. Arogansi perusahaan itu mendapat perlawanan dari masyarakat
setempat yang didukung oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Wahana
Lingkungan Hidup (Walhi), Bina Desa, dan lainnya.
Tanggal 11 November 2016, ratusan kiai dan santri yang
tergabung dalam Jam’iyatul Muslimin Provinsi Banten melakukan istighosah di
area Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), tepatnya di samping
Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Banten. Istighosah ini
merupakan buntut dari kekecewaan warga atas kelakuan perusahaan yang tidak
kunjung menghentikan kegiatannya.
DPRD Banten pun sudah turun tangan dan menghimbau agar PT
Tirta Fresindo Jaya menghormati surat Bupati Pandeglang atas nama Erwan Kurtubi
No. 0454/1669-BPPT/ 2014 tertanggal 21 November 2014 perihal penghentian
kegiatan investasi PT. Tirta Fresindo Jaya (Mayora Group) dan menghentikan
aktivitasnya.
Kepada Bupati Pandegelang yang baru, Irma Narulita dan
jajaran SKPDnya, DPRD Banten juga sudah mendesak agar mengambil langkah
-langkah untuk menghentikan kegiatan PT. Tirta Fresindo Jaya. Tidak lupa, DPRD
Banten juga menghimbau aparat kepolisian dapat membantu untuk menghentikan
kegiatan PT. Tirta Fresindo Jaya (Mayora Group) Di Cadasari dan Baros.
Namun karena semua saluran resmi mampet, tanggal 6 Februari
lalu 300 warga bergerak ke kantor Bupati yang berujung intimidasi dan
penangkapan. [] (gr)
0 Response to "Melawan Kebijakan Privatisasi Lahan Oleh Pemerintah, Tiga Ustad Dijebloskan ke Penjara"
Posting Komentar