RadarRakyat.Info-Perlindungan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) masyarakat Amungme di wilayah sekitar tambang PT Freeport Indonesia, masih menjadi pertanyaan serius.
Bahkan, kritik dari Komnas HAM kepada Pemerintahan Pusat
(PP) sejak tahun 2015 tidak pernah direspon positif. Termasuk satu pertanyaan
yang tidak pernah terjawab.
"Saya hanya ajukan satu pertanyaan. Tentang kontrak
bisnis, antara pemerintah pusat dengan masyarakat Amungme yang hidup di sekitar
(tambang) Freeport," ungkap salah satu komisioner Komnas HAM, Natalius
Pigai, Jumat (3/3) malam.
Perspektif dari Komnas HAM itu disampaikan Pigai saat
menjadi salah satu narasumber peluncuran buku "Papua Minta Saham"
karangan Bupati Mimika, Papua, Eltinus Omangen di Hotel Borobudur, Jakarta
Pusat.
Hasil penelusuran Komnas HAM, lanjutnya, tidak ditemukan
adanya transaksi jual beli tanah antara pemerintah Indonesia dengan PT
Freeport.
Normalnya, kata Pigai, jika memang pemerintah pernah
melakukan jual beli tanah, harus ada tranparansi data terkait hal tersebut.
Khususnya, terkait akta jual beli tanah atau lahan yang sah secara hukum. Mulai
dari lokasi lahan, kesepakatan jual beli antara siapa dengan siapa. Termasuk,
keterlibatan notaris hingga nominal yang disepakati dan data lainnya.
"(Kota) New York saja, zaman Anglo Saxon, mereka
dikasih gandum sebagai alat tukar. Ini kita (Papua) dirampok. Pemerintah
Indonesia dan Freeport, dua-duanya perampok," tegas Pigai bersemangat.
Dengam demikian, Komnas HAM berkesimpulan secara yakin bahwa
Pemerintah dan Freeport terbukti melakukan perampasan hak dan penguasaan tanah
sewenang-wenang milik atas tanah di wilayah desa Amungme.
"Jadi, itu bukan tanah tak bertuan," tuturnya.
Sebelum berbisinis, ajak dulu masyarakat adatnya bicara. HAM menjadi aspek
partisipasi paling penting dalam kasus ini," paparnya.
Rencanaya, sejumlah bukti-bukti tersebut, digunakan pihak
Komnas HAM untuk menggugat PT Freeport ke Arbitarse Internasional.
Selain itu, Pigai meyakini jika pihaknya dapat berposisi
sebagai Quasi Yudisial. Artinya, memiliki kekuatan yang menyerupai orang-orang
dari pengadilan atau hakim. Serta mampu memperbaiki situasi atau memberlakukan
hukuman hukum pada orang atau organisasi.
"Jika tidak tercapai, lembaga kami akan menjadi Quasi
Yudisial," pungkasnya.
Dalam diskusi dan peluncuran buku tersebut, tiga dari empat
narasumber yang diagendakan hadir menyampaikan materinya.
Antara lain, ekonom senior Rizal Ramli, Komisioner Komnas
HAM asal Papua, Natalius Pigai, dan peneliti pertambangan Ferdy Hasiman. Satu
narasumber lainnya, Menko Maritim dan Simber Daya Luhut Binsar Panjaitan
berhalangan hadir.
Selain itu, tampak juga sejumlah tokoh adat suku Amungme,
Papua, serta segenap jajaran SKPD Pemda Mimika yang difasilitasi Bupatinya.
Rencananya, PP akan mendesak PT Freeport membagi divestasi
saham, sebesad 51 persen.
Dari jumlah tersebut, pihak Papua meminta bagian saham
sebesar 21 persen (rmol)
0 Response to "Komnas HAM: Pemerintah Dan Freeport Sama Saja,Sama-sama Perampok!"
Posting Komentar